“DEMI
KUASA ABADI”
Homili
Sabtu 23 Maret 2013
Yeh
37 : 21 – 28
Mzm
31 : 10.11-12ab.13
Yoh
11 : 45 – 56
P.
BENEDIKTUS BERE MALI, SVD
Kompas Jumat 22 Maret 2013 menurunkan sebuah
tulisan yang berisi tentang penguasa
yang tetap mengabadikan kekuasaannya. Ada dua pendapat yang berbeda
menampilkan upaya mempertahankan kekuasaan yang dijalani. Tokoh Al-Ghazali menampilkan pendapatnya bahwa untuk mengabadikan
kekuasaan, seseorang yang berkuasa semestinya menempuh “jalan kenabian” yang
mengutamakan “ yang benar adalah benar
dan yang salah adalah salah”, untuk kebaikan dan kebenaran serta kepentingan
bersama lintas batas. Sebaliknya Nicollo
Machiavelli mengatakan bahwa seseorang dapat mengabadikan kekuasaannya dengan
mengutamakan menghalalkan segala cara, termasuk
cara yang tidak berjalan di atas “jalan
moral” hanya untuk kepentingan egoisme kekuasaannya.
Injil
hari ini berbicara tentang Kayafas mengabadikan kuasanya. Kehadiran Mujizat
Yesus menarik banyak orang Yahudi menjadi percaya kepadaNya dan menjadi
pengikutNya. Keberadaan Mujizat Yesus menjadi ancaman terhadap kekuasaan dan
kedudukan serta wibawah Kayafas dan orang-orang Farisi serta imam-imam kepala
yang tergabung di dalam kelompok Sanhedrin yang dikepalai Imam Besar Kayafas.
Demi kuasa mereka tetap eksis tidak tersaingi maka mereka duduk berkumpul
mengambil keputusan menyingkir Yesus dengan membunuhNya. Kayafas mengambil
keputusan untuk membunuh Tuhan Yesus : “Lebih baik satu orang mati dari pada
seluruh bangsa mati”. Keputusan ini tertulis di dalam Yoh 11 : 56. Hal ini
memperjelas kisah sengsara yang akan kita ikuti dalam Minggu Palma dan Jumat
Agung. Dalam Kisah Sengsara itu, tidak ada lagi proses pengadilan untuk
membunuh Yesus karena sudah diputuskan dalam rapat Sanhedrin seperti tertulis
dalam Yoh 11 : 56. Keputusan itu adalah sebuah keputusan yang
mematikan kebaikan dan kebenaran untuk keselamatan bersama, hanya demi kuasa
duniawi senantiasa berlangsung, di atas korban dan penderitaan orang lain.
Keputusan
itu didengar Tuhan Yesus bersama para muridNya. Mereka menyepi ke Kota Efraim
menyiapkan diri menanggung konsekuensi sebuah pilihan hidup berjalan di atas “jalan
kenabian” dari awal misi hingga akhir hidupNya.
Kita
dalam kehidupan bersama mengalami kebersamaan yang memiliki pimpinan dan yang
dipimpin. Bawahan atau anggota sebuah kelompok atau komunitas, bisa saja
mengalirkan peran “kenabiannya” di dalam karya pelayanannya melalui pengembangan
bakat-bakat atau talenta di dalam komunitas maupun di dalam kehidupan
bermasyarakat. Pilihan hidup berjalan di atas “jalan kenabian” senantiasa
mengalami benturan dengan penguasa atau atasan sipil maupun religius. Benturan
itu bisa saja membangun penolakan terhadap pribadi yang mematikan karakter
pribadi atau penolakan itu bisa saja menjadi ujian pelayanan kenabian. Semakin
emas pelayanan kenabian dibakar dengan api tantangan dan penolakan bahkan
ancaman pembunuhan, semakin murni pelayanan kenabian berjalan atas jalan kenabian yang berani menyuarakan yang
benar adalah benar dan yang salah adalah salah,demi kebaikan dan kebenaran
serta keselamatan bersama lintas batas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar