Jumat, 14 Desember 2012

Kotbah Misa Harian, Jumat 14 Desember 2012 PW. Yohanes dari Salib




PENA BICARA SAAT SEMUA BISU

Yes 48:17-19; Mat 11:16-19
Kotbah Misa Harian, Jumat 14 Desember 2012
Dari Soverdi St. Arnoldus Surabaya Untuk Dunia


P. Benediktus Bere Mali, SVD


Pagi ini, Kamis, 13 Desember 2012, di meja makan Soverdi Surabaya, diskusi hangat tentang keunikan orang Asia khususnya Indonesia dengan orang Eropa. Pertanyaan mendasar yang menggulirkan diskusi antara misionaris Eropa yang bekerja di Indonesia dengan misionaris Indonesia yang bekerja di Indonesia adalah: Apa perbedaan antara orang Eropa dengan orang Indonesia?

Perbedaan antara orang Eropa dan orang Indonesia adalah sebagai berikut: ada empat musim di Eropa, sedangkan di Indonesia hanya ada dua musim. Di Indonesia sepanjang tahun ada bermacam-macam buah yang dihasilkan bumi Indonesia, sedangkan di Eropa tidak semua buah ada dan hanya pada musim tertentu, sehingga buah-buahan pada umumnya diimpor dari luar. Makanan bagi manusia dan hewan, selalu tersedia di Indonesia sepanjang musim, sedangkan di Eropa tidak sepanjang musim. Alam di Indonesia memanjakan manusia Indonesia sedangkan Alam Eropa memaksa manusia setempat untuk kreatif dan harus bekerja keras serta menabung untuk menghadapi kesulitan alam Eropa khususnya musim dingin yang sangat ekstrim dan cukup lama. Orang Eropa harus bekerja keras pada musim kerja untuk menabung bagi makanan di musim dingin, sedangkan orang Indonesia kerja santai karena alam selalu menyediakan makanan bagi manusia. Alam Eropa membangkitkan manusia yang kreatif dalam menghadapi kesulitan alam yang menyertai mereka untuk mencari solusi yang tepat dari kesulitan - kesulitan itu, sedangkan Alam Indonesia memanjakan dan mematikan kreativitas manusianya. Misalnya, pada musim-musim Eropa kecuali musim dingin, orang Eropa harus disiplin bekerja untuk menabung di gudang, baik makanan secukupnya untuk manusia maupun hewan atau binatang pada musim dingin, dimana pada musim dingin, orang tidak dapat bekerja, dan lebih banyak di dalam rumah, pada musim dingin yang ekstrim, orang Eropa dipaksa kreatif dalam menciptakan teknologi pemanas di setiap rumah, dan pada musim panas ekstrim, diharuskan kreatif menciptakan pendingin. Sedangkan sepanjang tahun manusia Indonesia bekerja santai tanpa suatu target tertentu secara lebih intensif untuk dicapainya. Alam Eropa memaksa orang Eropa untuk bekerja keras dan harus mengejar target, untuk mempertahankan hidup manusia. Orang Eropa bekerja disiplin waktu pada musim kerja yaitu pada musim panas, musim semi dan musim gugur, dan hasil kerjanya ditabung untuk musim dingin, sedangkan orang Indonesia, khususnya orang NTT, pada musim panas bulan Juni sampai Oktober, bekerja santai dan bermental pesta adat, yang menghabiskan banyak uang bahkan harus utang, sehingga sulit untuk menjadi orang yang kaya, atau tetap miskin, karena bukan mental tabung untuk masa depan yang sejahtera tetapi menghabiskan uang hasil kerja santai, bahkan harus utang.

Sharing ini lebih banyak datang dari misionaris Eropa yang sudah puluhan tahun bekerja di NTT. Bagi saya pengalaman yang disharingkan itu adalah sangat obyektif dilihat dari sisi ekonomis dan segi semangat kerja untuk masa depan, tetapi dari segi ikatan sosial, dan persukutuan sistem adat asal dan akar budaya orang NTT, memang demikianlah karakterisktik umum orang NTT.

Maka untuk mencari jalan tengah diperlukan sebuah gerakan pemahaman bersama baik misionaris Eropa maupun msionaris asal Indonesia, untuk penyederhanaan pesta adat NTT dilihat dari segi ekonomis, dan disiplin kerja dilihat dari paradigma manusia adalah makhluk bekerja, serta manusia adalah makhluk sosial yang diikat oleh aturan bersama termasuk aturan sosial yang lebih memerdekakan, bukan ditentukan oleh mental makan pesta yang menyingkirkan mental tabung bagi masa depan yang lebih cerah.

Bagi saya, sharing para misionaris Eropa di atas, yang ditulis dengan pena ini, pena internet ini, adalah sebuah masukan kritis yang sangat tajam bagi kita orang NTT pada umumnya.

Para misionaris Eropa ini seperti Yohanes dari Salib yang pestanya kita peringati pada hari ini. Misionaris Eropa yang setelah lama bahkan puluhan tahun hidup dalam komunitas NTT, mau memperbaharui NTT dari dalam, demikian juga St. Yohanes dari Salib, setelah lama menjadi Karmelit, melihat ketidakberesan mayoritas karmelit, terus berjuang memperbaharui para anggota karmelit untuk hidup tidak keluar dari visi dan misi karmelit sebagai sebuah institusi ilahi.

Tetapi para karmelit dalam jumlah mayoritas menolaknya bahkan menangkapnya dan menahannya di dalam sel. Alangka sulitnya seorang diri berhati mulia membawa nilai luhur kejujuran dan kebenaran yang lahir dari Kerajaan Allah, di dalam mayoritas anggota komunitas yang telah berjalan salah arah berdasarkan kepentingan pribadi. Upaya Yohanes dari Salib, untuk keselamatan bersama banyak orang, untuk mengembalikan karmelit pada jalurnya sebagai institusi ilahi, tidak didengarkan teman-teman seordo, bahkan Yohanes dari Salib, ditangkap dan dimasukkan di dalam sel.

Dalam tahanan itu, kreativitas Yohanes dari Salib tetap tumbuh dan berkembang. Ia menulis catatan hariannya dengan setia, yang sampai hari ini catatan harian itu berfaedah bagi banyak orang, menjadi pedoman hidup banyak orang dalam berelasi dengan Tuhan, sesama, alam sekitar dan dengan diri sendiri.

Hal ini menunjukkan bahwa pintu alternatif bagi Yohanes selalu terbuka. Ketika semua pintu seolah tertutup rapat dan terkunci untuk mengadakan sebuah pembaharuan di dalam Institusi Ilahi, tetap ada saja pintu altérnatif untuk mengadakan sebuah pembaharuan yang bersumber dari Allah sendiri, yang tidak dapat dihalangi oleh siapapun. Pintu alternatif itu adalah  ketika semua bisu, pena tetap berbicara melalui tulisan yang membawa pembaharuan yang mengalir keluar dari Allah.

Demikian juga dalam Injil hari ini, ketika semua orang tidak mendengarkan Yohanes pembaptis dan Anak Manusia, yang mewartakan Kerajaan Allah, pena penulis Injil menulis Injil kepada kita sehingga menjadi pedoman hidup bagi kita, di dalam ziarah hidup kita menyambut kelahiran Tuhan pada Natal dan kedatangan Tuhan pada akhir zaman. Dengan itu kita diumpamakan sebagai orang yang menari ketika ada yang meniup seruling dan bersukacita , dan orang yang berdukacita dan berkabung, ketika ada yang menyanyikan kidung duka. Artinya bahwa kita hidup sesuai konteks yang menyertai keberadaan kita. Ketika Adven kita hidup dalam jiwa adven, ketika bersukacita dalam Allah, kita hidup di dalam Kebahagiaan Allah. 


 http://www.facebook.com/notes/beny-mali/pena-bicara-saat-semua-bisu/10151205318843598