Jumat, 12 Februari 2021

Hidup adalah kesempatan berbuat baik berdasarkan kehendak orang tua dan Tuhan

 *Benediktus Bere Mali*

 

Sumber Refleksi Pribadi

Sabtu 13 Februari 2021

Kej.3:9-24

Mrk.8:1-10

 

Orang tua memberikan semua yang terbaik kepada anak-anaknya.  Orang Tua juga memberikan aturan hidup dalam keluarga kepada anak-anak untuk kebaikan bersama. Ketika anak melanggar aturan sesuka hatinya, pasti orang tua yang mencintai anaknya marah pada anaknya yang hidup tanpa aturan. Terutama aturan tentang nama baik orang tua yang taat setia melaksanakan ibadah, ketika anaknya melanggar aturan moral keluarga dan agamanya, pasti suatu ketika orang tua marah lalu mengusir anaknya dari rumah. 

 

Tuhan dalam bacaan-bacaan suci hari ini seperti orang tua yang baik hati bagi anak-anaknya. Tuhan menciptakan segala sesuatu baik adanya. Ciptaan-Nya itu diserahkan kepada manusia pertama Adam dan Hawa. Tuhan memberikan aturan kepada Adam dan Hawa di taman Eden. Aturan itu tampak pada pohon pengetahuan tentang kebaikan dan kejahatan dan buah pohon itu tidak boleh dimakan. Tuhan juga menciptakan manusia dilengkapi dengan kebebasannya. Kebebasannya ini digunakan untuk mengikuti kehendak Allah dalam perkataan dan perbuatan yang dapat diukur indera mata anggota komunitas.  


Adam dan Hawa dalam hidupnya di Taman Eden tidak taat pada aturan. Mereka makan buah pohon terlarang. Ketika Tuhan mendatangi mereka di taman Eden, Adam dan Hawa telanjang, merasa malu dan bersembunyi karena mereka tidak setia pada Allah. Tuhan bertanya tentang mengapa telanjang dan merasa malu, tetapi mereka tidak langsung menjawabi-Nya pada inti persoalan bahwa karena mereka telah menggunakan kebebasan mereka untuk memilih makan buah pohon yang terlarang itu. Justru yang tampak saat Tuhan bertanya adalah mereka saling menuduh. Hawa menuduh ular yang menggoda sehingga ia memetik buah terlarang itu lalu makan buah terlarang itu. Adam menuduh Hawa yang memetik dan memberi buah pohon terlarang itu kepadanya sehingga ia pun makan buah terlarang itu.

 

Saling menuduh ini dapat melemahkan kebersaamaan sebagai sebuah keluarga dan komunitas. Tuhan tegas memarahi lalu mengusir mereka dan mengutuk mereka. Manusia itu pun meninggalkan Taman Eden dan pergi mengolah tanah dengan kerja tangan sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tuhan menyediakan tanah dan dari tanah itulah mereka tercipta dan mereka kembali ke tanah itu.  Mereka harus bekerja untuk mendapat hasil kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka bekerja sendiri mencari sesuap nasi bagi hidupnya.

 

Sebaliknya dalam Injil hari ini Yesus memberikan makanan kepada begitu banyak orang yang mengikuti Yesus dan mendengarkan pengajaran-Nya. Orang banyak yang mengikuti Yesus itu kurang-lebih berjumlah 4000 orang.  Yesus penuh belaskasihan kepada orang banyak itu. Dengan menggandakan tujuh ketul roti dan dua ekor ikan yang ada pada para murid-Nya, Yesus bersama para murid-Nya memberi makan kepada orang banyak yang mengikuti Yesus dan mendengarkan Yesus.

 

 

Pesan bagi kita ada dua. Seperti dalam bacaan pertama, kita dapat belajar dari orang yang menggunakan kebebasannya untuk tidak mentaati aturan Tuhan, sehingga Tuhan mengusir mereka dari Taman Eden. Mamma bagi Kita adalah bahwa kita semestinya taat dan setia kepada aturan Tuhan yang senantiasa menyelamatkan, maka pasti Tuhan memberikan rahmat yang berlimpah ruah kepada kita. 


Kita juga belajar dari bacaan Injil hari ini, bahwa semua orang yang mendengarkan Yesus secara rohani, pasti mendapat kekuatan spiritual yang baik, dan Tuhan tidak membiarkan mereka mati kelaparan. Tuhan memberikan makanan fisik kepada mereka setelah mendapat makanan spiritual dari Tuhan Yesus. Kita sebagai pelayan umat Allah dan sebagai pengiktut Yesus pada zaman ini semestinya perlu mengatur secara baik antara kebutuhan akan material dan spiritual secara seimbang, seperti dalam bacaan Injil hari ini, sehingga dengan demikian kehidupan kita menjadi utuh antara keduanya.***



 

 

 

Orang yang merasa tidak sakit yang tidak membutuhkan penyembuh

*Benediktus Bere Mali*

 



Refleksi Misa Harian

Jumat 12 Februari 2021

Kej.3:1-8

Mrk.7:31-38

 

 

Banyak orang yang menuntun kita kepada jalan yang baik dan benar dan indah menuju masa depan yang cerah. Tetapi di antara sekian banyak pengarah itu tidak kalah penting perannya adalah ibu dan ayah kita yang sejak awal mula di dalam Rahim ibu telah memiliki rencana yang mantap bagi masa depan kita kelak. Seluruh energi orang tua dicurahkan untuk menyertai kita sampai kita menjadi pribadi yang dewasa dan mandiri. 

 

Allah pencipta dalam bacaan-bacaan suci hari ini seperti kedua orang tua kita. Allah menyediakan segala sesuatu bagi manusia yang diciptakan-Nya. Semua yang diciptakan-Nya itu diberikan kepada manusia pertama Adam dan Hawa yang Allah Bapa ciptakan. Manusia diberi kuasa untuk mengatur semua ciptaan yang Allah Bapa serahkan kepadanya dengan aturan yang jelas dan tegas kepada Adam dan Eva di Taman Eden. Aturan itu adalah pohon pengetahuan tentang kebaikan dan kejahatan yang memberi pengertian kepada manusia tentang kebaikan dan kejahatan itu sendiri. Pohon itu Tuhan letakan di Taman Eden untuk memberikan pengertian tetapi buah pohon itu tidak boleh dimakan oleh siapapun. Manusia yang diciptakan Tuhan itu dilengkapi dengan kebebasannya. Tuhan memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Tuhan memberi kuasa, kebebasan dan kepastian aturan. Tuhan memberikan psikoedukasi yang jelas, tepat dan benar bagi keselamatan manusia dan ciptaannya.  

 

Simbol penggoda manusia tampil dalam ular yang licik menggunakan Bahasa manusia dan berdialog dengan manusia untuk menggunakan kelemahannya untuk menjerumuskannya ke dalam jalan yang bertentangan dengan jalan Tuhan. Tuhan telah mengedukasi manusia untuk tidak makan buah terlarang dari pohon pengetahuan yang memberi pengertian tentang kebaikan dan kejahatan. Tetapi manusia mengikuti keinginan ular yang menggoda Hawa untuk makan buah pohon terlarang itu sehingga mereka menjadi malu dan merasa bersalah karena telah melanggar aturan Tuhan dengan sadar tahu dan mau. Mereka menjadi buta dan tuli serta bisu pada suara Tuhan karena dikuasai oleh ular yang merayu dan menggoda. Tuhan datang menemui mereka dalam keadaan telanjang dan malu yang sangat mendalam.  Mereka sudah terlanjur jatuh dalam melanggar aturan Tuhan dan mereka mengharapkan belaskasihan Allah Bapa untuk menyembuhkan rasa bersalah yang sedang menghantui mereka. Mereka telah menjadi bisu dan tuli secara rohani terhadap kehendak Tuhan.

 

Bacaan Injil hari ini menampilkan orang tuli dan bisu secara fisik. Orang bisu dan tuli itu datang kepada Tuhan Yesus dengan iman yang mendalam. Tuhan Yesus menyembuhkan orang yang tuli dan bisu sehingga ia dapat berbicara dan mendengar. Penyembuhan fisik ini bermakna bagi kita bahwa kita pun adalah orang yang bisu dan tuli akan kehendak Allah yang kita mengerti-Nya sebagai penyelamat kita dan alam semesta seperti yang telah terjadi dalam diri Adam dan Hawa di dalam bacaan pertama. Berkat teladan orang bisu dan tuli dalam bacaan Injil ini yang datang kepada Yesus untuk disembuhkan, kita yang bisu dan tuli secara rohani juga datang kepada Yesus untuk disembuhkan-Nya dari sakit tuli dan bisu rohani agar kita kembali dapat berbicara dan mendengarkan Suara Allah yang selalu mengarakan kita kepada jalan yang menyelamatkan kita, sesama dan alam sekitar.***