Rabu, 10 Februari 2021

Modal Tidak Tahu Malu untuk Menyembukan dan disembuhkan

 Refleksi Misa Harian

Kej.2: 18-25

Mrk.7:24-30


Merasa malu dan tidak malu adalah satu hal yang menjadi bagian dari hidup kita. Orang tidak merasa malu ketika berada dalam situasi normal dalam berbicara dan beraksinya diterima oleh aturan bersama baik yang ditentukan Tuhan dan mayoritas manusia menerimanya sebagai pedoman hidup bersama maupun aturan-aturan yang ditentukan oleh manusia untuk kepentingan keselamatan bersama. Sebaliknya orang merasa malu ketika ia berbicara dan perilakunya terasa asing bagi aturan hidup bersama termasuk aturan yang ditentukan oleh Allah bagi manusia. 


Bacaan pertama tentang Adam dan Hawa telanjang tetapi tidak merasa malu karena sesuai aturan Tuhan yang menciptakan mereka untuk mengambil bagian di dalam karya penciptaan Tuhan. Perempuan Yunani dari Siro-Fenisia dalam bacaan Injil hari ini merasa tidak malu datang kepada Yesus mohon kesembuhan anaknya perempuan yang sedang mengalami kerasukan roh jahat. Sekalipun Tuhan Yesus cukup menantangnya sebagai ujian terhadap sejauh mana imannya kuat kepada Yesus, tetapi ia tetap memiliki iman yang kokoh. Ia tidak merasa ciut mendengar tantangan dari Yesus. Justru ia semakin tertantang ia semakin tegar dan kokoh beriman kepadaNya. Berkat imannya yang kokoh itulah anak putrinya disembuhkan oleh Tuhan Yesus.


 Iman dapat menyembuhkan diri dan anggota keluarga dan sesama yang lain. 


Iman itu sangat personal dalam berelasi dengan Tuhan Yesus. Tetapi iman kepada Tuhan Yesus itu dapat tertangkap dan terukur secara inderawi dalam keaktifan pribadi di dalam kegiatan rohani untuk mengasah kesalehan sosial dan persoanal di dalam  doa pribadi dan doa komunitas, puasa pribadi dan puasa komunitas, dan berderma dan bersedeka baik secara pribadi maupun  secara bersama sebagai anggota komunitas. Kekuatan spiritual inilah yang menyembuhkan diri dan sesama. Iman yang menyembuhkan itu telah tampak dalam iman seorang ibu orang asing dari Yunani yang tidak tahu malu datang kepada Yesus seorang Yahudi, dan memohon kepadaNya untuk menyembuhkan anaknya yang kerasukan roh jahat. Walau sempat ia direndahkan, tetapi imannya kepada Yesus tidak luntur. Kokohnya iman seperti perempuan Yunani dari Siro-Fenisia inilah meneguhkan iman kita dalam setiap situasi dan kondisi kita termasuk saat situasi sulit mendatangi kita baik kesulitan itu dari dalam diri kita maupun datang dari luar diri kita.***(P.Benediktus Bere Mali,SVD)***

Renungan Misa Harian Rabu 10 Februari 2021

 Refleksi Misa Harian

Rabu, 10 Februari 2021

Kej.2:4b-9.15-17

Mrk.7:14-23



 *Kebebasan Makan Buah Pohon Terlarang  tentang Kebaikan dan Kejahatan di Taman Eden* 


Tuhan memberikan segala sesuatu kepada manusia. Semuanya terangkum dalam tiga kalimat yaitu Tuhan memberikan kebaikan Taman Eden, Tuhan memberikan pohon tentang kejahatan dan kebaikan dan Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia yang diciptakan secitra Allah. 


Manusia hidup di Taman Eden kebaikan dengan penuh sadar kontrol diri menggunakan kebebasannya untuk bertindak baik maka dengan demikian manusia memperteguhkan citranya sebagai citra Allah. Sebaliknya manusia yang menggunakan kebebasannya bertindak jahat maka dengan demikian manusia menurunkan citranya sebagai citra Allah. 


Seorang yang sealiran Freud menegaskan bahwa simbol kejahatan dan kebaikan yang diletakan pada pohon tentang kebaikan dan kejahatan di tengah-tengah Taman Eden  adalah sebuah ekspresi nyata dari dua sisi kejahatan dan kebaikan seperti dua sisi mata uang yang lengket di dalam diri manusia. Bagi Freud, simbol kejahatan dan kebaikan dalam bahasa verbal dan bahasa non-verbal serta material/fisik berupa patung kejahatan dan kebaikan bersumber dari dalam diri manusia bukan dari luar diri manusia. Freud menggunakan dua kata yang digunakan untuk menyebut kekuatan jahat dan kekuatan baik seperti dua sisi mata uang di dalam diri manusia, yaitu eros dan thanatos. Eros dan thanatos ini terdiri dari tiga bagian penting yaitu seks, agresi dan kecemasan.  Seks untuk hal yang baik bagi diri dan sesama bukan yang jahat bagi diri dan orang lain. Agresi untuk yang baik bagi diri dan sesama bukan untuk yang jahat bagi diri dan sesama. Kecemasan itu untuk kebaikan diri dan sesama bukan untuk yang jahat terhadap diri dan sesama. Ketika ketiga hal itu untuk kebaikan maka di situ eros aktif bekerja lebih dari thanatos yang tidur dalam diri manusia. Sebaliknya ketika ketiga hal itu untuk kejahatan maka di situ thanatos aktif bekerja lebih dari eros yang tidur di dalam diri manusia. 


Kesadaran untuk mengaktifkan eros perlu dilatih terus menerus dengan taat disiplin diri yang termonitor, terevaluasi, dan terevisi bila dibutuhkan untuk terus asah aktifkan eros dalam hidup sehari-hari. 


Tepat sekali Sabda Yesus, di dalam Injil hari ini, bukan apa yang masuk ke dalam diri yang dapat menajiskan tetapi yang keluar dari dalam diri yang dapat menajiskan. Cukup jelas bahwa di sini ada titik pertemuan Freud dengan Injil hari ini. Kejahatan dan kebaikan itu ada dalan diri manusia bukan dari luar diri manusia. Pohon kebaikan dan kejahatan di tengah taman Eden adalah simbol kata, materi, tindakan yang terekspresi dari dalam diri manusia, ke luar diri manusia. Pohon kejahatan dan kebaikan di Taman Eden merupakan cetusan dari eros dan thanatos yang bagaikan dua sisi mata uang perak yang ada di dalam diri manusia. 

Kita dapat menggunakan kebebasan kita untuk mengaktifkan eros dan meng-off-kan thanatos dalam hidup kita. Itulah membuat iman kita hidup di depan publik. Sebaliknya ketika kebebasan kita meng-on-kan thanatos maka disitulah terlihat jelas oleh mata dunia bahwa iman kita kehilangan kekuasaannya.***(P.Benediktus Bere Mali, SVD)***