Jumat, 19 April 2013

Homili Wisuda Sarjana Kamis 18 April 2013



WISUDA SARJANA ATAU WISUDA DURJANA
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*
Kis 8:26 – 40 ; Mzm 66 : 8 – 9.16 – 17.20; Yoh 6 : 44 – 51

Homili Misa Syukur Wisuda, Kamis 18 April 2013, Pukul 19.30 – 20.30 WIB di Rumah Kediaman Ibu Merici Sri Puji Artanti di Lingkungan St. Katarina dengan Ketua Lingkungan Bapak Albertus, Wilayah III St. Mikael dengan Ketua Wilayah Bapak Simbolon, Paroki St. Stefanus Jl. Manukan Rukun  23 – 25, dengan pastor Parokinya Rm. Setefanus Kholik Kurniadi, Pr, -  Keuskupan Surabaya. Perayaan Ekaristi Syukur atas Wisuda saudari Nesya Pramesthi Anggun Kusuma dan Syukur atas Penempatan Kantor di Surabaya dan mutasi Saudari Natasia Raras Indah Puspita dari Jakarta ke Surabaya serta Pemberkatan Rumah Kediaman Ibu Merici Sri Puji Artanti.

Saya pada saat menerima sms dan telephone untuk merayakan misa syukur wisuda saudari Nesya Pramesthi Anggun Kusuma, saya langsung teringat akan pengalaman saya diwisuda di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Malang pada tanggal 4 Mei 2004. Usai acara resmi wisuda disusul makan bersama. Di sela-sela makan bersama itu ada banyak orang yang memberikan selamat kepada saya. Di antara sekian banyak orang yang memberi salam kepada saya, ada seorang pastor senior yang sempat menyampaikan pesan kepada saya seperti ini.  Peristiwa Wisuda adalah peristiwa yang penting dimaknai. Diwisuda sebagai sarjana bukan diwisuda sebagai durjana. Diwisuda sebagai sarjana berarti perilakunya semestinya dijiwai oleh sifat kesarjanaan bukan perilakunya mengarah kepada kedurjanaan.
Mendengar kata-kata itu membangkitkan saya untuk bertanya di dalam diri saya. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa Pastor Senior itu mengatakan demikian? Barangkali pastor yang banyak makan asam garam dalam hidupnya telah menemukan banyak orang yang memang secara legal diwisuda sebagai sarjana tetapi perilakunya seperti seorang durjana. Perilaku durjana adalah orang yang melakukan kejahatan di dalam multidimensi bidang kehidupan. Sebaliknya perilaku seorang sarjana adalah orang yang hidup dalam hakekat kesajarnaan yaitu melakukan yang baik dan benar dalam multidimensi kehidupan.
Bacaan – bacaan Kitab Suci pada hari ini membicarakan ciri khas seorang sarjana. Keunikan seorang sarjana adalah senantiasa berdialog yang baik dengan Tuhan, sesama, dan diri sendiri.
Seorang Sarjana yang suka dialog dapat terungkap secara konkret di dalam doa-doanya, di dalam buku-buku yang dibacanya, dan di dalam percakapan langsung dengan sesama manusia lintas batas terutama penatua-penatua sebagai perpustakaan hidup/ buku tua yang selalu hidup dan membangkitkan secara langsung ataupun melalui dunia maya misalnya  melalui telephon, email, chating, BBM dan sebagainya. Dunia maya menyediakan peluang bagi manusia lintas batas untuk semakin berkembang dalam dialog untuk memajukan diri atau menyesatkan diri dan sesama.
Kita membangun dialog untuk kebaikan dan kebenaran universal. Dialog itu bertujuan mencari dan menemukan kebenaran yang universal. Pencarian dan penemuan  kebenaran universal itu memandu pencari dan penemu melaksanakan kebenaran itu di dalam hidup sehari-hari. Hanya orang yang rendah hati di hadapan Tuhan dan sesama dapat dituntun oleh kebenaran yang sejati.
Bacaan Pertama memberikan contoh ciri seorang sarjana. Bagi saya Filipus adalah seorang Sarjana yang baik. Dia berdialog dengan Tuhan dan mendengarkan Tuhan sebagai sang dialog yang sejati. Allah mengutus MalaikatNya membuka dialog dengan Filipus. Filipus melaksanakan hasil dialog dengan Tuhan itu. Kemudian Filipus menemukan seorang Etiopia, yang sedang berdialog dengan Tuhan secara tidak langsung di dalam Kitab Nabi Yesaya tentang Hamba Yahwe yang melakukan yang baik dan benar dalam penderitaanNya bagi banyak orang langgar batas. Hasil Dialog dengan Tuhan dari  Filipus dengan Seorang Etiopia itu dipertemukan oleh Allah sang dialog sejati yang selalu menyelamatkan semua orang lintas batas. Pertemuan hasil dialog itu akhirnya berjumpa dengan Tuhan sebagai sang dialog yang sejati membawa kebenaran dan kebaikan bagi dunia melintas batas. Filipus menemukan kebenaran Tuhan dalam diri Malaikat utusan Tuhan. Orang Etiopia itu menemukan kebenaran di dalam Buku khususnya di dalam Kitab Yesaya. Kebenaran dari atas dan dari bawah bertemu dalam diri Yesus Kristus yang telah bangkit sebagai pemenuhan kebenaran Kitab Suci dan Kebenaran Malaikat utusan Tuhan.
Penemuan Tuhan sang dialog sejati itu dalam diri Hamba Yahwe dalam Kitab Nabi Yesaya, yang menjadi nyata di dalam diri Tuhan Yesus yang telah bangkit. Penjelasan dan pewartaan Filipus kepada seorang Etiopia yang dulunya kafir karena belum dibaptis, kemudian berjalan menuju sumber air Hidup lalu Filipus membaptisnya dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Pembatisan itu terjadi karena kepercayaan tulus dari seorang Etipia itu kepada Kristus Yesus sang Air Hidup yang selalu memberikan kehidupan yang abadi kepada setiap orang yang percaya kepadaNya. 
Yesus adalah sang dialog yang sejati. Yesus adalah Air Hidup dan Roti Hidup. Perayaan Ekaristi adalah puncak pemberian Yesus adalah Air Hidup dam Roti Hidup kepada umat manusia yang percaya kepadaNya yang senantiasa setia mengikuti dan merayakan Perayaan Ekaristi. Seorang imam tertahbis senantiasa setia menyiapkan makanan dan minuman kekal dalam ekaristi bagi semua orang beriman. Absen dalam Ekaristi adalah tanda kemalasan dan ketidaksetiaan kepada Tuhan dan sesama yang Tuhan percayakan kepada Imam terpanggil dan tertahbis.
Tanda imam adalah Sarjana yang sejati yaitu selalu dialog dengan Tuhan dan sesama dalam freim Yesus adalah Hamba Yahwe dan Yesus adalah Sang Dialog Sejati yang selalu berjalan di atas jalan-jalan yang membawa keselamatan universal bagi semua orang.
Kita barangkali bukan sebagai sarjana secara legal diwisuda. Tetapi kita bisa hidup dijiwai oleh ciri khas seorang sarjana yaitu sebagai insan dialog dalam nama Yesus untuk menyelamatkan semua orang melanggar batas. Artinya kita bisa berjuang dan berupaya hidup secara baik dan benar di hadapan Tuhan dan sesama, dalam rangka menjadi pribadi yang berkualitas secara iman maupun dalam freim kemanusiaan.
Orang yang bermutu senantiasa mudah mendapat pekerjaan. Orang yang berkualitas selalu dibutuhkan banyak orang langgar batas. Orang yang bermutu membahagiakan banyak orang. Maka kita semestinya menjadi pribadi-pribadi yang bermutu dalam keluarga kita, di tempat kerja kita, dan di dalam lingkungan masyarakat kita. Amin.






SARJANA versus Durjana

WISUDA SARJANA ATAU WISUDA DURJANA
*P. Benediktus Bere Mali, SVD*
Kis 8:26 – 40 ; Mzm 66 : 8 – 9.16 – 17.20; Yoh 6 : 44 – 51

Homili Misa Syukur Wisuda, Kamis 18 April 2013, Pukul 19.30 – 20.30 WIB di Rumah Kediaman Ibu Merici Sri Puji Artanti di Lingkungan St. Katarina dengan Ketua Lingkungan Bapak Albertus, Wilayah III St. Mikael dengan Ketua Wilayah Bapak Simbolon, Paroki St. Stefanus Jl. Manukan Rukun  23 – 25, dengan pastor Parokinya Rm. Setefanus Kholik Kurniadi, Pr, -  Keuskupan Surabaya. Perayaan Ekaristi Syukur atas Wisuda saudari Nesya Pramesthi Anggun Kusuma dan Syukur atas Penempatan Kantor di Surabaya dan mutasi Saudari Natasia Raras Indah Puspita dari Jakarta ke Surabaya serta Pemberkatan Rumah Kediaman Ibu Merici Sri Puji Artanti.

Saya pada saat menerima sms dan telephone untuk merayakan misa syukur wisuda saudari Nesya Pramesthi Anggun Kusuma, saya langsung teringat akan pengalaman saya diwisuda di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Malang pada tanggal 4 Mei 2004. Usai acara resmi wisuda disusul makan bersama. Di sela-sela makan bersama itu ada banyak orang yang memberikan selamat kepada saya. Di antara sekian banyak orang yang memberi salam kepada saya, ada seorang pastor senior yang sempat menyampaikan pesan kepada saya seperti ini.  Peristiwa Wisuda adalah peristiwa yang penting dimaknai. Diwisuda sebagai sarjana bukan diwisuda sebagai durjana. Diwisuda sebagai sarjana berarti perilakunya semestinya dijiwai oleh sifat kesarjanaan bukan perilakunya mengarah kepada kedurjanaan.
Mendengar kata-kata itu membangkitkan saya untuk bertanya di dalam diri saya. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa Pastor Senior itu mengatakan demikian? Barangkali pastor yang banyak makan asam garam dalam hidupnya telah menemukan banyak orang yang memang secara legal diwisuda sebagai sarjana tetapi perilakunya seperti seorang durjana. Perilaku durjana adalah orang yang melakukan kejahatan di dalam multidimensi bidang kehidupan. Sebaliknya perilaku seorang sarjana adalah orang yang hidup dalam hakekat kesajarnaan yaitu melakukan yang baik dan benar dalam multidimensi kehidupan.
Bacaan – bacaan Kitab Suci pada hari ini membicarakan ciri khas seorang sarjana. Keunikan seorang sarjana adalah senantiasa berdialog yang baik dengan Tuhan, sesama, dan diri sendiri.
Seorang Sarjana yang suka dialog dapat terungkap secara konkret di dalam doa-doanya, di dalam buku-buku yang dibacanya, dan di dalam percakapan langsung dengan sesama manusia lintas batas terutama penatua-penatua sebagai perpustakaan hidup/ buku tua yang selalu hidup dan membangkitkan secara langsung ataupun melalui dunia maya misalnya  melalui telephon, email, chating, BBM dan sebagainya. Dunia maya menyediakan peluang bagi manusia lintas batas untuk semakin berkembang dalam dialog untuk memajukan diri atau menyesatkan diri dan sesama.
Kita membangun dialog untuk kebaikan dan kebenaran universal. Dialog itu bertujuan mencari dan menemukan kebenaran yang universal. Pencarian dan penemuan  kebenaran universal itu memandu pencari dan penemu melaksanakan kebenaran itu di dalam hidup sehari-hari. Hanya orang yang rendah hati di hadapan Tuhan dan sesama dapat dituntun oleh kebenaran yang sejati.
Bacaan Pertama memberikan contoh ciri seorang sarjana. Bagi saya Filipus adalah seorang Sarjana yang baik. Dia berdialog dengan Tuhan dan mendengarkan Tuhan sebagai sang dialog yang sejati. Allah mengutus MalaikatNya membuka dialog dengan Filipus. Filipus melaksanakan hasil dialog dengan Tuhan itu. Kemudian Filipus menemukan seorang Etiopia, yang sedang berdialog dengan Tuhan secara tidak langsung di dalam Kitab Nabi Yesaya tentang Hamba Yahwe yang melakukan yang baik dan benar dalam penderitaanNya bagi banyak orang langgar batas. Hasil Dialog dengan Tuhan dari  Filipus dengan Seorang Etiopia itu dipertemukan oleh Allah sang dialog sejati yang selalu menyelamatkan semua orang lintas batas. Pertemuan hasil dialog itu akhirnya berjumpa dengan Tuhan sebagai sang dialog yang sejati membawa kebenaran dan kebaikan bagi dunia melintas batas. Filipus menemukan kebenaran Tuhan dalam diri Malaikat utusan Tuhan. Orang Etiopia itu menemukan kebenaran di dalam Buku khususnya di dalam Kitab Yesaya. Kebenaran dari atas dan dari bawah bertemu dalam diri Yesus Kristus yang telah bangkit sebagai pemenuhan kebenaran Kitab Suci dan Kebenaran Malaikat utusan Tuhan.
Penemuan Tuhan sang dialog sejati itu dalam diri Hamba Yahwe dalam Kitab Nabi Yesaya, yang menjadi nyata di dalam diri Tuhan Yesus yang telah bangkit. Penjelasan dan pewartaan Filipus kepada seorang Etiopia yang dulunya kafir karena belum dibaptis, kemudian berjalan menuju sumber air Hidup lalu Filipus membaptisnya dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Pembatisan itu terjadi karena kepercayaan tulus dari seorang Etipia itu kepada Kristus Yesus sang Air Hidup yang selalu memberikan kehidupan yang abadi kepada setiap orang yang percaya kepadaNya. 
Yesus adalah sang dialog yang sejati. Yesus adalah Air Hidup dan Roti Hidup. Perayaan Ekaristi adalah puncak pemberian Yesus adalah Air Hidup dam Roti Hidup kepada umat manusia yang percaya kepadaNya yang senantiasa setia mengikuti dan merayakan Perayaan Ekaristi. Seorang imam tertahbis senantiasa setia menyiapkan makanan dan minuman kekal dalam ekaristi bagi semua orang beriman. Absen dalam Ekaristi adalah tanda kemalasan dan ketidaksetiaan kepada Tuhan dan sesama yang Tuhan percayakan kepada Imam terpanggil dan tertahbis.
Tanda imam adalah Sarjana yang sejati yaitu selalu dialog dengan Tuhan dan sesama dalam freim Yesus adalah Hamba Yahwe dan Yesus adalah Sang Dialog Sejati yang selalu berjalan di atas jalan-jalan yang membawa keselamatan universal bagi semua orang.
Kita barangkali bukan sebagai sarjana secara legal diwisuda. Tetapi kita bisa hidup dijiwai oleh ciri khas seorang sarjana yaitu sebagai insan dialog dalam nama Yesus untuk menyelamatkan semua orang melanggar batas. Artinya kita bisa berjuang dan berupaya hidup secara baik dan benar di hadapan Tuhan dan sesama, dalam rangka menjadi pribadi yang berkualitas secara iman maupun dalam freim kemanusiaan.
Orang yang bermutu senantiasa mudah mendapat pekerjaan. Orang yang berkualitas selalu dibutuhkan banyak orang langgar batas. Orang yang bermutu membahagiakan banyak orang. Maka kita semestinya menjadi pribadi-pribadi yang bermutu dalam keluarga kita, di tempat kerja kita, dan di dalam lingkungan masyarakat kita. Amin.