Rabu, 14 November 2012

Kotbah Misa Harian, Kamis 15 Nopember 2012



KEWIBAWAAN PEWARTA

Flm 7-20; Luk 17:20-25
Kotbah Misa Harian,
Kamis 15 November 2012,
Di Soverdi Surabaya


(P. Benediktus Bere Mali, SVD)


KETIKA BAHASA AGAMA RONTOK, demikian judul artikel Opini, karangan AHMAD SYAFII MAARIF, dalam Kompas, Rabu, 14 November 2012, p.6. Isinya tentang kekalahan partai yang berlabel agama, dalam kampanye pilkada cawagub DKI beberapa waktu lalu.


Kekalahan itu karena bahasa agama yang digunakan dalam kampanye bukan lahir dari kesaksian hidup tetapi hanya berteori. Kembalikan kewibawaan bahasa agama adalah dengan mengkonkretkan bahasa agama memihak orang kecil, sebagai visi dasar partai berlabel keagamaan.


Atau dapat merangkum isi artikel itu dalam pertanyaan dan jawaban sebagai berikut.  Apa perbedaan antara bahasa agama rontok dengan bahasa agama berwibawa? Perbedaannya adalah terletak di dalam penjelasan sebagai berikut. Bahasa agama yang berwibawa adalah bahasa agama yang disampaikan dalam kata-kata yang lahir dari pelaksanaan atau kesaksian hidup berdasarkan keimanan yang berkemanusiaan dan kemanusiaan yang berkeimanan. Kesaksian hidup itu adalah hidup dan kehidupan setiap hari, yang selalu memihak orang kecil yang menjadi fokus agama. Sedangkan bahasa agama yang rontok, adalah bahasa yang indah dalam ungkapannya, tetapi realitas pelaksanaannya jauh dari visi dan misi agama yang mengutamakan keselamatan universal.



"Kerajaan Allah sudah ada di antara kamu." Ini adalah bahasa agama. Kerajaan Allah adalah nilai keadilan, kebenaran , kebaikan, kedamaian dan kesejahteraan dan kebahagiaan. Bahasa agama ini akan berwibawa kalau orang yang beragama yang mewartakan Kerajaan Allah itu terlebih dahulu menghidupi Kerajaan Allah itu di dalam diri sendiri sebagai basis pergi mewartakan khabar sukacita Injil kepada dunia sejagat. Sebaliknya Kerajaan Allah yang adalah bahasa keagamaan itu akan rontok kalau seorang pembicara, hidupnya tidak bermoral, dan tidak beretika.



Contoh. Seorang pengkotbah berkotbah setiap kali memimpin Perayaan Ekaristi. Kata-katanya yang bersumberkan bahasa keagamaan atai Kitab Suci itu akan kehilangan kewibawaannya kalau hidup pengkotbah itu tidak bermoral dan tidak berbudi pekerti luhur. Sebaliknya pengkotbah yang berwibawa adalah bahasa keagamaan yang diucapkannya itu lahir dari kesaksian hidupnya sendiri.



Misalnya, seorang ketua lingkungan yang saleh, sopan, jujur, rajin dan disiplin menjalankan hidup dan tanggungjawabnya sebagai ketua lingkungan, akan disegani serta selalu menerima respek dari anggota lingkungannya karena dia memiliki kewibawaannya dalam kata dan perbuatan. Sebaliknya seorang ketua lingkungan yang hidup moralnya merosot, tentu tidak akan menerima respek yang dalam, dari anggota umat selingkungan.


Apakah Anda memiliki kewibawaan dalam mewartakan Injil?
GEREJA ADALAH SAKRAMEN

(P. Benediktus Bere Mali, SVD)


Orang menjadi Katolik melalui pintu sakramen Baptis. Masuk pintu Gereja Katolik dan di dalamnya, seorang yang menjalani panggilan hidup berkeluarga, menerima sakramen pernikahan Katolik. Seorang imam menerima sakramen imamat. Orang yang sudah dewasa imannya menerima sakramen krisma. Orang sakit menerima sakramen orang sakit. Orang berdosa menerima sakramen tobat. Orang Katolik setiap hari makan untuk mempertahankan hidupnya. Demikian juga orang Katalik setiap hari makan makanàn rohani untuk memperoleh hidup abadi. Sakramen Ekaristi adalah meja makan rohani setiap hari untuk kehidupan yang abadi.


Pertanyaan kita adalah apa itu sakramen? Sakramen adalah tanda dan sarana keselamatan. Setiap orang yang menerima sakramen menjadi tanda sarana keselamatan untuk diri sendiri, sesama, dan alam sekitar.


Keselamatan itu dimulai darimana? Menyelamatkan mulai dari yang sederhana dan konkret dapat dilaksanakan setiap waktu dan setiap saat serta di setiap tempat. Salah satunya adalah mendoakan sesama untuk keselamatannya. Doa kita, iman kita, kepercayaan kita adalah untuk menyelamat diri, sesama, dan alam sekitar.


Fondasinya adalah hidup akan janji-janjiNya yang menyelamatkan. Yesus adalah satu-satuNya jalan keselamatan eskatologis. Yesus adalah jalan keselamatan present, kini dan disini. Menjadi kenyataan apa yang disampaikan di dalam doa Yesus "Jadilah kehendakMu di atas bumi seperti di dalam surga". Doa ini menyatakan secara tegas bahwa kehendakNya di dalam Surga, keselamatan eskatologis sudah dan telah dimulai di dalam realitas hidup kita setiap hari dan setiap tempat. Kehendak Allah sudah dan sedang dimulai kini dan di sini.


Yudas Makabe panglima pasukan perang berpegang teguh pada janji Tuhan. Barangsiapa hidup saleh dalam Tuhan akan mengalami keselamatan eskatologis.


Maka mereka yg tidak disiapkan secara rohani, kemudian mati di dalam konteks peperangan, harus dibantu dalam dan lewat doa-doa dan intensi misa di Gereja dalam Ekaristi.


Kita temukan di dalam 2Makabe 12: 43 - 46. Atas dasar inilah kita selalu mendoakan orang yang telah meninggal.


Juga karena Gereja ziarah, gereja jaya dan gereja menderita adalah satu. Keutuhan ketiga sifat Gereja itu tertuang di dalam saling membantu satu terhadap yang lain untuk tetap selamat dan senantiasa jalan di jalan Tuhan sendiri, dengan taat pada rambu rambu lalu lintas Tuhan sendiri.


Gereja Ziarah sedang berjalan di atas dunia ini mengalami jatuh dan bangunnya. Supaya tetap kokoh berjalan di jalan Tuhan dengan segala rambu lalu lintas Tuhan yang ada dan berlaku untuk keselamatan manusia, maka perlu dukungan doa dari para kudus di surga yang telah menjadi anggota gereja jaya.


Doa orang kudus pasti penuh daya bagi keselamàtan manusia sebagai gereja yang sedang berziarah. Gereja yang menderita atau berjuang adalah orang yang telah meninggal dunia tanpa persiapan rohani, mentinggalkan dunia, dengan masih dililiti dosa dan salah.


Kekotoran tubuh rohani akibat dosa yang tak sempat terampuni karena tanpa persiapan menyongsong kematiannya, perlu pertolongan dan bantuan untuk dibersihkan.


Mereka sendiri telah meniggal menerobos masuk tirai batas antara gereja ziarah dan gereja jaya. Mereka sendiri berada di ruangan antara gereja ziarah dan gereja jaya, yang dibatasi oleh tirai pembatas.


Mereka tidak dapat kembali melewati tirai batas itu untuk ke dunia kembali menjadi anggota Gereja, untuk membersihkan dosa dan salahnya.


Mereka juga tidak atau belum dapat menerobos lewat tirai batas menuju gereja jaya di surga.


Bantuan yang dapat membersihkan mereka dari tubuh rohani mereka yang kotor adalah, kontak kita dengan mereka, dan kontak gereja jaya dengan mereka. Pusat atau media kontak itu adalah doa-doa kita. Kesatuan dalam doa Ekaristi yang dirayakan setiap hari bahkan setiap jam di seluruh belahan dunia, bahkan setiap detik, adalah kesempatan istimewa yang disumbangkan, bahkan lebih dari itu adalah sumbangan istimewa bagi pembersihan noda dosa yang meliliti tubuh rohani anggota Gereja Menderita di api penyucian.


Doa dan Ekaristi adalah sarana utama untuk keselamatan gereja menderita. Pembersihan dosa dan salah mereka dalam doa dan Ekaristi adalah kesempatan istimewa bagi mereka untuk keluar dari Gereja Menderita menjadi Gereja Jaya di Surga.


Dengan demikian, anggota gereja menjadi bertambah untuk menjadi pendoa bagi kita sebagai gereja ziarah dan gereja menderita, bertambah jumlahnya.


Ini artinya sejarah Gereja tetap hidup dan selalu berjalan di atas jalan menuju Kerajaan Surga. Karya Gereja terus ada dan tetap ada dan tidak pernah akan berakhir.


Gereja itu adalah Sakramen. Gereja adalah tanda dan sarana keselamatan dunia, sesama dan alam sekitar serta diri sendiri.


Apakah dalam setiap panggilan, orang menjadi sakramen bagi dunia, bagi sesama, bagi diri sendiri?


Apakah di dalam setiap profesi yang kita kembangkan, kita menjadi sakramen yaitu tanda dan sarana keselamatan bagi dunia, sesama, diri sendiri?


Menjadi sakramen adalah panggilan orang Katolik, bukan sebuah profesi. Sebuah panggilan akan terus berlangsung selama hidupnya. Sebuah profesi ada batas masa berlakunya.


Maka seorang katolik menjadikan dirinya sebagai sakramen adalah sebuah panggilan hidup untuk selamanya, dalam semua tempat dan situasi serta dalam segala waktu.




GEREJA ADALAH SAKRAMEN.
Gereja adalah Tanda dan Sarana Keselamatan

Kotbah Misa Harian, Rabu 14 Nopember 2012



TuHAN Kasih Saya : THANKS

(Tit 3:1-7; Luk 17:11-19)
Kotbah Misa Harian, Rabu, 14 Nopember 2012
Di Soverdi Surabaya


(P. Benediktus Bere Mali, SVD)


Setiap Saat Tuhan Kasihi Kita manusia. Kasih berarti memberi. Tuhan selalu memberi hidup dalam nafas hidup yang kita alami. Tuhan selalu memberi tubuh kita dengan segala kelengkapan inderanya. Tuhan memberi mata yang normal. Tuhan memberi pendengaran yang sehat. Tuhan memberi kemampuan otak dan hati serta fisik yang baik dan sehat. Tuhan memberikan KASIHNYA kepada kita melalui sesama kita.


Siapakah sesama itu? Sesama itu adalah kedua orang tua yang telah melahirkan dan menjaga serta membesarkan kita dalam kemampuan otak dan hati serta fisik. Para Guru, dosen dan pendidik formal dan non-formal yang membuat diri kita semakin terbentuk sesuai kehendak Tuhan yang menyelamatkan. Para donatur dan para pendoa bagi kita. Para misionaris yang meninggalkan kampung halamannya, dan membangun secara fisik dan SDM di tempat kita, di paroki dan keuskupan kita. Para dokter, perawat, bidan, serta analis kesehatan yang merawat dan mengobati kita saat sakit.


Tuhan sungguh mengasihi kita. (K)uasa (A)llah (S)enantiasa (I)si (H)ati = (KASIH) kita manusia. Kuasa yang Tuhan beri kepada kita adalah kuasa hanya untuk kebaikan dan kebenaran, serta keselamatan universal, melintasi batas-batas buatan manusia.


Apa contoh nyata bahwa Tuhan memberi keselamatan universal melintas batas ? Tuhan Yesus seorang Yahudi masuk Samaria. Ada sepuluh orang sakit kusta datang kepadaNya untuk disembuhkan. Tuhan memberi Kasih kesembuhan kepada mereka. Padahal, orang Yahudi memandang rendah orang Samaria karena mereka dipandang kafir dan bukan bangsa pilihan Allah. Orang merasa jijik mendekati Orang Samaria.


TetapiYesus melalui kedatanganNya ke Samaria dan teristimewa menyembuhkan orang Sakit Kusta, meruntuhkan tembok stereotipe Yahudi terhadap orang Samaria. Pandangan warisan leluhur yang merendahkan martabat dan harkat manusia dirobohkan.


Kemanusiaan universal dan secitra Allah dari anak manusia dibangun kembali di dalam pandangan Yahudi maupun Samaria, sebagai dasar kokoh sumber hidup dan kehidupan manusia. Perbedaan dalam kesetaraan dan kesetaraan dalam perbedaan menjadi pola pikir, kata dan perilaku dalam hidup bersama.


Demikian KASIH Tuhan. KASIH berarti (K)ehendak (A)llah (S)elalu (I)si (H)ati. Hati itu adalah hatimu, hatiku, hati kita semua. Hati yang terbuka kasih Allah selalu meresponsnya secara positif dalam pikir, kata, tindakan.


Sebaliknya ketika pikir, kata, tindakan yang merendahkan sesama, adalah ANTI Kasih Tuhan. ANTI berarti (A)ku ( N)ekat (T)anpa (I)lahi/Allah. Dosa adalah ANTI Tuhan. Untuk kembali kepada PRO Tuhan, perlu pertobatan dalam cara berpikir, berkata-kata, dan bertindak.


Apakah kita tahu berterimakasih dan bersyukur kepada Tuhan yang selalu memberikan KASIH kepada kita setiap saat? Belajarlah pada sepuluh orang kusta yang sama-sama menerima kasih kesembuhan dari Tuhan Yesus.


Tetapi hanya satu yang datang berkata terimakasih kepada Tuhan Yesus. Apakah kita adalah satu yang tahu berterimakasih atau sembilan yang tidak tahu adat berterimakasih?


Mari kita tengok ke dalam ruangan hati, apakah disana ada tertulis tahu terimakasih kepada Tuhan dan sesama yang membentuk kita, atau di sana penuh dengan tulisan tidak tahu adat terimakasih?