Jumat, 22 Januari 2021

Renungan Harian Sabtu 23 Januari 2021

 “Ia tidak sadar lagi”

Mrk.3:21-21

*P.Benediktus Bere Mali, SVD* 

 

 

 

 

 

Setiap teks kitab suci liturgis yang disusun gereja berdasarkan kalender liturgi selalu mengandung teka-teki tersendiri. Teka-teki teks itu dalam berbagai bentuk. Dari teks Injil hari ini teka-teki yang hendak dicari itu saya mencoba mencari dan menemukan jawabannya dimulai dengan atau dibuka dengan satu pertanyaan serius setidak-tidaknya bagi saya dan diharapkan bagi kita semua yang bergulat dengan teks ini.  Saya menemukan rumusan pertanyaannya seperti ini:  Mengapa orang lain begitu gampang menyebut seseorang tidak sadar lagi atau sinting atau gila atau abnormal atau disorder, sedangkan orang yang bersangkutan merasa normal, sadar, tidak gila? Atau dengan format lain dapat disusun pertanyaan ini sebagai berikut: Mengapa orang begitu cepat memberi cap kepada seseorang sebagai orang tidak sadar lagi tanpa meminta kepadanya untuk klarifikasi bahwa dirinya memang gila atau tidak sadar? 

 

Kita sering gampang menilai orang lain sebagai orang yang tidar sadar lagi dengan alasannya masing-masing. Untuk menilai orang lain berdasarkan data yang akurat menurut penilai maupun orang yang dinilai agar tidak bias tetapi obyektif. Penilaian seseorang berdasarkan data penilai dan yang dinilai untuk itu minimal melalui dua tahap sebagi berikut. 

 

Pertama. Seorang dokter mengatakan seseorang tidak sadar lagi dari segi medis, ketika organ yang berkaitan dengan urusan kesadaran sudah tidak dapat berfungsi secara baik. Dokter yang menentukan orang tidak sadar lagi berdasarkan asessemnt ilmiah dapat terukur secara ilmiah seperti yang terbaca pada alat ukur fungsi organ tubuh tentang kesadaran. 

 

Kedua. Seorang konselor akan membantu konseli yang berniat baik dengan akar sebab persoalan yang memelihara persoalannya. Misalnya kasusnya yang disampaikan kepada konselor di ruang konseli adalah tidak sadar atau abnormal. Konselor mendengar semua persoalan konseli yang disampaikan di awal pertemuan. Konselor mendampingi konseli menklarifikasikan soalnya secara terukur, teramati, dengan segala durasi dan frekuensinya pada awal pertemuan.  

 

Kemudian atas persetujuan konseli, berdasarkan daftar soalnya yang disampaikan pada awal pertemuan di ruang konseling itu, konselor melakukan assessment atas soal konseli. Ada tiga pokok asessement untuk mendapat data yang penting dan holistik tentang penyebab utama yang memelihara persoalan konseli. Tiga tahap asesment itu dilakukan atas persetujuan konseli. Konselor professional tidak pernah secara gampang melakukan assessment tanpa persutujuan konseli. Mengapa perlu ada assessment? Pertanyaan harus dijawab dan dalam jawaban itu konselor memberikan penjelasan kepada konseli sebagai edukasi konseli untuk mengerti betapa pentingnya assessment dalam proses konseling. Konselor menyampaikan kepada konseli bahwa konseli datang ke konselor di ruang konseling, konseli tidak tahu akar soalnya sehingga meminta bimbingan dan pendampingan konselor. Sementara Konselor pun tidak tahu akar persoalan konseli. Penyampaian ini kiranya konseli dapat mengerti secara baik. Agar konseli dan konselor dapat mengetahui akar persoalan yang memeliahara bertumbuh dan berkembangnya soal konseli. Karena itulah sangat dibutuhkan asessement untuk mendapat data yang tepat tentang persoalan konseli. Asessment itu terdiri dari observasi konselor pada tindakan, kata, dan semua material yang digunakan konseli sejak awal telephone untuk datang ke kantor konseling dan sampai akhir seluruh proses konseling. Intisari observasi adalah untuk memperoleh data tentang konsistensi konseli antara kata-katanya dengan tindakannya sejak awal konseling sampai tahap terminasi konseling. 

 

Selain observasi, konselor mewawancarai konseli dari awal sampai terminasi proses konseling. Wawancara fokus pada sebab utama yang memelihara bertumbuh dan berkembangnya persoalan konseli. Setiap sesi konseling professional selama 50 menit. Selain data yang diperoleh dari observasi dan wawancara, konselor dapat memberikan tes psikologi kepada konseli atas persetujuan konseli. Untuk konseli setuju, konselor mengedukasi konseli tentang alat tes psikologi yang paling tepat sesuai soal psokologis konseli. Pada dasarnya tes psikologi untuk mendapat data yang tepat atas soal yang sedang dialami konseli. Pengertian dan persetujuan konseli, memandu konseli menerima tes dan menjawab soal tes psikologi secara jujur dan obyektif agar mendapat data yang tepat atas soal yang sedang dialami.  Hasil tes psikologi dapat diinterpretasi oleh psikometrik karena itu bidang profesinya. Konselor perlu kerja sama dengan psikometrik berkaitan dengan tes psikologi. Hasil interpretasi dan hasil observasi dan wawancara dirangkum berdasarkan fokus akar persoalan konseli. Hasil rangkuman tiga jenis assessment itu disampaikan kepada konseli secara baik menggunakan Bahasa yang menyembuhkan agar konseli dapat mengklarifikasikannya sehingga hasil data itu merupakan data yang dimengerti dan diterima konseli. Setelah konseli setuju dan menerimanya maka konseling menuju ke tahap atau sesi berikut. 

 

Tahap berikut yang dimaksud adalah berdasarkan data yang terkumpul, dan berdasarkan literature terkini yang berkaitan langsung dengan soal konseli, maka konselor dapat menentukan sakit A atau Sakit B Atau Sakit C, dengan minimal 4 gejala sakit A atau sakit psikologis B, Sakit Psikologis C. Untuk menentukan sakit psikologis, konselor membuka DSM-5 (file pdf di Google), dan literature terkini tentang sakit psikologis konseli. Hasil sementara gejala sakit psikologi A atau B atau C itu, konselor semestinya minta klarifikasi konseli. Setelah konseli klarifikasi dan konseli setuju, maka konselor dapat memandu konseli ke tahap konseling berikut.

 

 

Setelah konseli setuju bahwa sakit A atau Sakit B, kini sesinya konselor merumuskan persoalannya secara tepat. Rumusan soal itu terdiri dari missal Sakit A dengan penyebab utama yang memeliharanya berdasarkan data assesement dan literature terkini. Rumusan yang tepat dapat memudahkan untuk treatmen pada tahab konseling berikutnya. Rumusan soal itu konseli komukasikannya dengan konseli yang sedang mengalami soal itu, untuk mendapat klarifikasi dari klien. Klain setuju rumusan itu maka, proses konseling akan maju ke sesi berikut. 

 

Sesion berikutnya adalah rencana treatmen. Proses pertama adalah konseli dan konselor mendaftar soal yang mau diadress. Soal itu sudah ada di dalam rumusan pada sesi sebelumnya. Pada umumnya setiap rumusan soal itu terdiri dari tiga bagian soal konseli yang mau diaddress. Soal yang dimaksud biasa terdiri dari tiga bagian yaitu yang paling mudah untuk diadress adalah perilaku yang dapat dilihat, diukur. Selain itu soal emosi atau perasaan dan yang ketiga adalah soal pikiran. Soal pikiran, tindakan, dan emosi selalu bergandengan saling mempengaruhi satu sama yang lain. Hal ini pun semestinya konselor sampaikan kepada konseli untuk mendapat klarifikasi dari konseli. Setelah konseli mengerti maka atas persetujuan konseli, proses konseling dapat maju ke tahap sesi berikut. 

 

Setelah daftar soal ditentukan bersama, konseli dan konselor bersama-sama menentukan tujuan dari setiap soal psikologis seperti terdapat pada daftar soal. Misalnya tujuan masalah A takut ular, maka tujuannya berani bertemu ular. Demikian juga tujuan soal yang lain sesuai daftar soal. Tujuan semestinya SMART: Simple/sederhama/Spesifik/particular, Measurable/terukur, Attainable/dapat dicapai, Realistik/konkret, Timely Statement/Dalam jangka waktu yang ditentukan. Tujuan in disampaikan kepada klien, agar klien paham dan setuju. Setelah setuju maka konseling berlanjut ke tahap berikut. 

 

Setelah tujuan dari setiap daftar soal ditentukan bersama konseli, konselor mengelaborasi literature intervensi yang efektif dalam mencapai tujuan dari setiap daftar soal yang ada. Intervensi yang efektif ini disampaikan kepada konseli agar konseli mengerti. Interveni efektif juga bisa dilatih. Konselor memberikan latihan atau praktek interfensi efektif ini entah itu latihan langsung maupun dari video-video yang ada di youtube dalam mengadress soal yang sedang dialami konseli. Setelah konseli mengerti dan setuju maka efektif intervensi itu diemplementasikan atau dilaksanakan oleh konseli. 

 

Implementasi intervensi efektif untuk sembuh dari sakit psikologis yang terdiri dari tindakan, perasaan, dan pikiran itu, konselor dapat memonitor perkembangan atau kemundurannya. Untuk itu konselor akan memberikan form-form yang perlu diisi konseli untuk membantu konseli memonitor mandiri perkembangan soalya, Form-form itu juga bisa diberikan kepada orang-orang terdekat yang membantu menyembuhkan konseli, yaitu orang tua, keluarga, teman sekolah, guru, dll. Kemudian ada evaluasi dan jika perlu revisi setelah evaluasi, maka perlu mendapat persetujuan konseli. Revisi berarti mulai assessment ulang dan tahap seterusnya seperti sudah diulas sebelumnya. Setelah revisi atas persetujuan konseli, dan kemudian konseli merasa sembuh, maka atas persetujuan dan kemauan konseli, terminasi konseling dapta dilaksanakan. Sebaliknya konseli tidak berhasil sembuh, konseli dapat melakukan terminasi dan konselor mendampinginya dalam mencari proses penyembuhan kepada yang lebih professional atas soal konseli.

 

 

Nah kalau, Ia mulai tidak Sadar lagi dalam Injil hari ini, adalah persoalan orang yang menilai bukan persoalan orang yang dinilai. Maka soalnya perlu diadress dalam group proses terhadap kelompok orang yang menilai Yesus adalah orang yang tidak sadar lagi, dalam bahasa konseling orang yang mengalami gangguan psikologis. Mereka yang menilai orang lain dalam hal ini menilai Yesus sebagai orang yang tidak sadar lagi  tanpa data holistik. Mereka menilai Yesus sebagai orang yang tidak sadder lagi hanya berdasarkan observasi sesaat saja secara spontan, tidak mandalam melewati proses sesi konseling sampai terminasi. Mereka dapat dididik dalam grup proses tentang menilai orang sampai orang itu sendiri menerima penilain atas dirinya adalah tepat sebagai orang yang sadar tau tidak sadar. Itu hanya terjadi di dalam ruang konseling baik konseling pribadi maupun konseling kelompok/keluarga atau komunitas. Yesus Sungguh Sadar Apa dipikirkan, dirasakan dan dilakukan di depan publik. Tetapi orang-orang yang menilai-Nya sebagai orang yang tidak sadar tulah yang sebetulnya tidak sadar. Mari kita menilai orang lain berdasarkan data sehingga penilaian kita sebagai input yang membangun orang yang dinilai dan kita yang menilai. Apakah penilaianku pada sesama berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah? ***

 

Yesus Memanggil Murid-murid-Nya di atas Bukit (Mrk.3:13-19)

                                   


 Mengapa Yesus memanggil murid-murid-Nya di atas bukit?

Mrk. 3:13-19

 

Jumat, 22 Januari 2021

Sharing Iman Berbasis Kitab Suci

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

 

Proses Yesus memanggil para murid merupakan satu peristiwa yang sangat istimewa bagi saya. Bukan hanya istimewa tetapi menjadi sebuah persoalan yang serius bagi saya dan tentunya diharapkan bagi kita semua. Persoalan itu saya simpulkan dalam pertanyaan berikut: Mengapa Yesus sebelum memanggil dua belas murid naik ke atas Bukit dan para murid yang dipanngil pun lalu naik ke atas bukit? 

 

Orang yang dipilih atau dilantik atau diresmikan statusnya, pada umumnya memiliki tempat yang istimewa. Tempat yang istimewa itu adalah di atas bukit. Berada di tempat yang tinggi, orang dapat melihat pemandangan yang indah dan memiliki pemandangan luas dan lebar dan lebih mendalam. Orang yang berada di tempat yang tinggi dapat melihat semua hadirin yang menyaksikan peristiwa Yesus memanggil para murid. 

 

Gerakan “Naik ke atas bukit” dalam konteks panggilan para murid ini memiliki banyak kesan dan makna. Ada yang melihat panggilan ini untuk mendapat status sosial yang sangat tinggi. Ada yang melihat dan memaknainya sebagai sebuah kebanggaan dan kepuasan pribadi sendiri. Ada yang melihat naik ke atas sebagai tempat yang memberikan rasa aman pada status quo. Ada yang melihat naik ke atas sebagai sebuah tempat yang mengungkapkan kesombongan. Ada yang melihat hal ini sebagai simbol kedekatan dengan Tuhan yang berdiam di tempat yang tertinggi di Surga.

 

Tetapi bagi saya, di antara sekian banyak banyak pemaknaan atas panggilan yang diawali dengan “naik ke atas” ini hanya ada satu yang paling utama dan penting yaitu naik ke atas di sini memiliki simbol yang paling mendalam di balik perbuatan ke atas dan kalimat ke ke atas ini adalah bahwa menjadi murid Yesus, menjadi orang terpilih fokusnya adalah untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan dan bersatu dengan Tuhan kemudian bukan untuk merasa puas sendiri menikmati kenyamanan di atas bukit panggilan tetapi untuk turun ke bawah, ke lembah untuk menjumpai semua suku dan bangsa yang semestinya sedang menanti para murid untuk dilayani. Menjadi murid Yesus bukan untuk mengutamakan diri sendiri tetapi untuk mengutamakan kepentingan begitu banyak orang. Menjadi pemimpin bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani. Menjadi Pemimpin bukan untuk menjadi sombong tetapi untuk menjadi rendah hati. Seorang Pemimpin bukan untuk mengutamakan kepentingan diri sendiri tetapi untuk kepentingan banyak orang. 

 

Yesus memanggil 12 muridNya. Pertanyaan berikutnya adalah: Apakah semua murid yang dipanggil melakukan makna terdalam dari simbol “naik ke atas” saat dipanggil Tuhan Yesus? Kita semua disadarkan oleh Sabda Allah hari ini bahwa tidak semua murid-Nya melayani dengan hati yang tulus tetapi dalam Injil hari ini justru Yudas Iskariot tampil beda. Ia beda menjadi murid Yesus. Ia beda karena ia menjadi murid dan menjadi ekonom untuk mengkorup uang bersama. Ia berpikir beda dan puncaknya adalah menjual Yesus Gurunya karena mata duitan. Yudas Iskariot menjual Yesus Sang Guru dengan seharga seorang hamba kepada musuh-musuhNya. Yudas Iskariot “naik ke atas” saat dipanggil dan diam lalu terus ke atas dalam hal keuangan lewat korupsi dan lewat menjual Yesus Sang Gurunya. Yudas Iskariot dipanggil atas kehendak Bapa di Surga tetapi ia hidup tidak berdasarkan kehendak Tuhan. Yudas Iskariot Murid Yesus tapi pengkhianat Yesus. 

 

 

Kita semua di panggil Tuhan dalam panggilan kita masing-masing atas kehendak Tuhan. Kita dipanngil untuk melakukan kehendak Tuhan dari bangun pagi sampai bangun pagi lagi di hari berikutnya. Kita dipanggil untuk melayani bukan untuk dilayani baik dalam keluarga maupun dalam komunitas biarawan dan biarawati. Kita dipanggil untuk menjadi rendah hati satu terhadap yang lain bukan untuk menjadi orang yang sombong. Kerendahan hati disukai dan dibutuhkan semua orang. Tetapi kesombongan tidak dibutuhkan oleh mayoritas orang. Selamat menjadi murid Yesus di jalan panggilan kita masing-masing baik sebagai awam maupun sebagai kaum berjubah.***

Kamis, 21 Januari 2021

Renungan Harian Jumat 22 Januari 2021

 Situasi Group Proses Penyembuhan dalam Komunitas 12 Murid

Belum Ada sehingga Yudas Iskariot Menjadi Pengkhianat Yesus

 

 

*.P.Benediktus Bere Mali, SVD*

 

Renungan Harian Jumat 22 Januari 2021

Ibr.8:6-13

Mrk.3:13-19

 

 

Sekilas Situasi Covid 19 mengubah dan diubah

 

Sebelum situasi pandemic covid 19, bebera waktu lalu penyembuhan secara psikologis, spiritual dan sosial face to face sangat laris manis. Saya tidak mempunyai data berapa keuntungan yang diperoleh dari penyembuh spiritual, psikologis dan sosial pada masa sebelum pandemic covid 19. Tetapi situasi dan kondisi pandemi covid 19 ini menghentikan sejenak penyembuhan face to facespiritual, psikologis dan sosial. Banyak pusat konseling professional yang kehilangan pasien untuk disembuhkan dan dengan demikian pendapatan dari pusat konseling pun mengalami penurunan secara drastis. Pusat-pusat perkumpulan penyembuhan kharismatik juga sepi dan dengan demikian dampak ekonomi bagi kelompok penyembuh spiritual juga sangat menurun. Penyembuhan secara sosial face to face pun sangat jarang karena orang lebih manjaga jarak untuk tetap tidak terpapar covid 19 yang sedang menyebar cepat. Banyak orang beralih profesi untuk mempertahankan hidupnya di masa pandemi covid 19 ini. Kita pun akhirnya taat pada lingkungan khususnya Lingkungan pandemic covid 19 yang secara drastis mengubah pola hidup dalam segala lini dan manusia dipandu untuk beradaptasi hanya untuk satu tujuan, untuk bisa bertahan hidup. Orang yang dulunya menjadi penyembuh kharismatik face to face harus beralih menjadi petani hanya untuk mempertahankan hidupnya di masa covid 19 ini. 

 

Situasi Mengubah Yudas Iskariot 

 

Situasi Yudas Iskariot sebelum menjadi murid Yesus tentunya berbeda. Setelah dipilih menjadi murid Yesus, Yudas Iskariot mengalami situasi selama kurang lebih 3 tahun bersama 11 murid yang lain bersama sang guru Yesus yang dapat mengubah hidupnya.  Awalnya Ia menjadi murid Yesus. Kemudian Ia menjadi ekonom komunitas 12 murid. Tentu Yesus berpikir bahwa Sehebat pelayanan apapun soal uang untuk memperlancar roda kehidupan pelayanan adalah sesuatu yang sangat sentral.  Maka sejak awal Yesus memilih 12 Murid.  Yesus sadar akan betapa pentingnya keuangan bagi karya cinta kasih. Yudas Iskariot dipilih sebagai ekonom. Sedangkan 11 murid yang lain fokus bersama Yesus melayani kehidupan spiritual semua orang yang mereka layani. Yudas Iskariot mengatur keuangan misi Yesus bersama 11 murid yang lain. Yudas mengatur urusan rumah tangga dari dapur sebagai sumber energi untuk melayani semua orang oleh Yesus bersama 11 murid yang lain. 

 

Kita dapat membayangkan betapa banyak orang yang disembuhkan Yesus dan begitu banyak orang yang tentu memberikan perhatian kepada 12 murid. Dan dalam Injil banyak ibu-ibu atau perempuan yang melayani Yesus dan 12 murid. Tentu di antara para ibu itu ada yang prihatin tentang soal makan minum dan pakaian Yesus dan 12 murid. Para ibu berpartisipasi dalam mengatur dan menyiapkan soal makan minum Yesus bersama 12 murid. Bantuan mereka tentu berhubungan langsung dengan ekonom yang memimpin urusan dapur kelompok 12 para murid bersama sang guru Yesus sendiri. Sumbangan ibu-ibu dan umat yang mereka layani tentu dalam berbagai bentuk. Ada ibu-ibu yang langsung masak di dapur untuk makanan dan minuman para murid bersama Yesus Guru mereka. Ada Ibu yang barangkali fokus memberi uang karena tidak dapat terlibat di dapur secara langsung karena fokus urusan kerja dan atau urusan keluarganya yang tidak dapat ditinggalkan. Ada juga sumbangan dari donatur yang penerimanya adalah Yudas Iskariot sebagai ekonom dan urusan makan minum Yesus dan para murid.

 

Selama hidup bersama Yesus, tidak pernah kita temukan tentang sosok ekonom yang ditampilkan di dalam Injil. Ini dapat memberi kita banyak kesan. Mungkin urusan dapur dan keuangan aman-aman saja selama misi pelayanan Yesus di darat, di laut, maupun di tempat-tempat yang sulit dijangkau. Semua keuangan untuk biaya operasional terkesan tampak tidak ada soal. Bisa jadi Yesus tidak memiliki agenda khusus secara rutin untuk memonitor ekonom, mengevaluasi ekonom, merevisi hal-hal prinsipil ekonom jika perlu dan mendesak demi kepercayaan para pendukung dan donatur misi yang berurusan secara langsung dengan Yudas Iskariot sebagai pengurus keuangan komunitas kelompok para murid bersama Yesus sebagai Sang Guru. Yudas Iskariot yang bisa jadi tidak dikontrol secara bersama dan tidak dievaluasi serta tidak ada kerja ekonom yang perlu direvisi, maka ketika ada peluang Yesus akan ditangkap oleh para penguasa oposisi, Yudas Iskariot memanfaatkan kesempatan itu dengan menghancurkan Yesus Gurunya dari dalam kelompok 12 murid itu sendiri. Yudas Iskariot menjual Yesus kepada para oposisinya yang selama ini menyimpan dendam membara kepada Yesus. Yudas Iskariot menjual Yesus kepada para musuh dengan harga yang sangat murah seharga seorang hamba yang dijual kepada majikan seharga 30 keping perak. 

 

Barangkali Yudas Iskariot melakukan hal ini dengan pikiran seorang ekonom yang sangat matang dengan memperhitungkan segala untung dan resikonya. Sebagai ekonom, beliau observasi dan interview tokoh tokoh kunci tentang pelayanan Yesus khususnya melakukan banyak mujizat penyembuhan yang menjadi kunci mengapa Yudas Iskariot menjual Yesus dengan seharga yang sangat murah. Yudas Iskariot bisa saja melakukan ini karena baginya Yesus akan menghadapi para musuh yang membeliNya lalu menghukumNya, semua rencana musuh akan dimentahkan oleh Mujizat Yesus. Dalam pikiran Yudas Iskariot, Yesus yang sudah berpengalam mengadakan banyak mujizat, pasti akan mematahkan semua usaha lawan-lawanNya termasuk rencana untuk pembunuhan sekalipun. Bagi Yudas Iskariot bukan soal 30 Perak yang menjadi fokus tetapi fokusnya adalah Yesus akan melakukan Mujizat saat lawan-lawanNya datang kepadaNya. 

 

Pikiran seorang ekonom tidak sama dengan pikiran gurunya. Pikiran Yesus, Pikiran Gereja Katolik, Pikiran Orang beriman kepada Yesus melalui Gereja Katolik tentu sudah pasti menuduh Yudas Iskariot sebagai orang yang mengkhianati Yesus. Penulis Injil hari ini menyebutnya sebagai Yudas Iskariot seorang yang dipilih Yesus atas kehendak Bapa tetapi kemudian mengkhianati Yesus. Saya jika berada pada posisi Yudas Iskariot sebagai salah seorang murid Yesus pada zaman itu, tentu saya juga bisa jadi seperti apa yang dipikirkannya. Apalagi sebagai seorang ekonom yang setiap hari mengurus dapur dan keuangan untuk biaya operasional misi pelayanan Yesus dan para purid yang lain. Yudas berusaha dan fokus mencari dan mendapatkan serta mengelolah keuangan untuk meyelamatkan hidup dalam hal makan dan minum para murid dan Yesus sebagai kekuatan dasar untuk melayani orang banyak. 

 

Tetapi itulah rancangan manusia bukanlah rancangan Allah. Maka tepat nubuat Yesaya tentang jalannya sejarah keselamatan: “sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu (Yes.55:8).” Seringkali rancangan kita begitu hebat seperti Yudas Iskariot di luar rancangan Allah dan ketika memaksakan rancangan kita itu diimplementasikan ternyata buahnya bukan dihargai tetapi justru digolongkan sebagai orang yang mengkhianati Allah. Yudas dipilih atas kehendak Allah menjadi seorang ekonom 12 murid bersama sang guru mereka. Tetapi dalam perjalanan hidupnya Yudas hidup tidak berdasarkan kehendak Allah tetapi atas kehendaknya sendiri.  Sayang seribu sayang kehendaknya pun tidak disiskusikan dengan 11 murid yang lain dan terutama konsultasikan dengan Yesus Sang Gurunya. 

 

Lalu dari sini kita menemukan sebuah pertanyaan, Mengapa 11 Murid yang lain hidup menurut kehendak Tuhan tetapi Yudas tidak? Kunci persoalannya dimana dalam konteks sebagai anggota komunitas 12 para murid Yesus? Bagaimana proses kehidupan 12 murid sejak awal sampai 3 tahun bersama Yesus? Apakah ada rencana awal yang matang dengan program pertemuan rutin untuk memonitor, mengevaluasi, merevisi program, bila perlu, ketika para agen dalam hal ini 12 Murid menjalankan tugas perutusannya secara tidak semestinya? Apakah ada program group proses dalam komunitas 12 murid bersama Yesus dengan agenda dasar: Menyembuhkan Komunitas dan disembuhkan komunitas? Persoalan Yudas Iskariot yang dipilih menjadi murid Yesus dan dipilih menjadi ekonom tentu atas dasar kemampuan yang hebat dari Yudas Iskariot. Tetapi menjadi persoalan besar dalam sejarah keselamatan karena Yudas Iskariot adalah seorang murid yang mengkhianati Yesus Sang Gurunya. Bagi saya, hal ini terjadi dan dapat direfleksikan dari sisi group proses penyembuhan kelompok 12 murid bersama sang guru Yesus.  Bagi hemat saya, seandainya group proeses penyembuhan dalam komunitas 12 murid bersama Guru berjalan secara baik sejak awal maka pasti pengkhianatan bisa diredusir atau tidak terjadi dalam komunitas 12 murid bersama Yesus sebagai guru mereka. 

 

 

Bagi saya, Group Proses 12 Murid bersama Sang Guru terabaikan di balik pelayanan keluar yang begitu sangat hebat mengagumkan publik. Seandainya ada group proses penyembuhan 12 murid bersama Yesus Sang Guru mereka, saya berpendapat bahwa Yudas Iskariot bekerja secara baik dan tidak akan menjadi pengkhianat karena dia memiliki pemahaman yang jelas tentang Yesus. Supaya Yudas Isakriot yang lain pada zaman kini bekerja baik dan tidak mengkhianati Yesus maka perlu ada group proses penyembuhan di dalam komunitas 12 murid bersama Sang Guru Yesus sendiri. Maka penting Yesus Sang Guru mengedukasi para muridNya dengan pola mengikuti Tahap-tahap Group Proses Kelompok 12 murid dengan GuruNya sebagai berikut. 

 

 

 

Pertama. Program Yesus adalah mencintai Tuhan, Sesama dan Diri Sendiri sedang berjalan tetapi Yudas Iskariot pada zaman ini mengkhianati Yesus Sang Gurunya. Ini soal serius. Program ini baku dan berbasiskan program ini kelompok 12 murid bersama Guru mereka mengumpulkan data keberhasilan dan kegagalam melaksanakan program ini. Program ini menarik karena setiap orang membutuhkan cinta dan Yesus dan muridNya memberikan kasih kepada sesama yang membutuhkan cinta.  Para murid dan Guru juga membutuhkan cinta dan yang memenuhi kebutuhan akan cinta itu adalah anggota komunitas sendiri lewat group proses dalam komunitas. Cinta kasih ke luar dan cinta kasih ke dalam dapat dilihat dan diukur, diharapkan dilaksanakan secara seimbang. Persoalannya: Mengapa Yudas Iskariot menjadi Pengkhianat Sang Guru? Mengapa Program Cinta Pada Sesama dan diri sendiri gagal dalam diri Yudas Iskariot?

 

Pelaksanaan program berhasil atau gagal, dibutuhkan data dari lapangan. Data Lapangan yang dimaksud adalah data dari orang luar dan orang dalam sendiri. Data diperoleh lewat assessmentyaitu wawancara, observasi, dan alat berupa questioner untuk menemukan akar persoalan kegagalam pelaksanaan program. Prinsip ambil data dari semua yang terlibat memberikan data lewat wawancara dan obeservasi maupun questioner berbasiskan semua anggota memiliki niat baik untuk kehidupan bersama yang lebih baik dalam konteks pelaksanaan program yang sukses berhasil memuaskan bersama. Maka pemimpin kelompok atau komunitas semestinya memberikan penjelasan yang baik kepada anggota yang akan memberi data agar data keluar dari kejujuran sehingga masalah yang ditemukan adalah valid untuk diadres. Setelah semua mengerti dan bersedia untuk memberi data yang obyektif, assessment yang terdiri wawancara, observasi, dan questioner dapat dibagikan/dilakukan kepada partisipan dari luar komunitas 12 maupun di dalam kelompok 12 murid. Leader bersama team memiliki peran sebagai fasilitator dalam mengumpulkan data, mengolah data sampai menemukan persoalan inti kelompok dua belas agar soal itulah yang akan diaddres untuk kebaikan bersama. Daftar soal yang ditemukan itu kemudian dibicarakan bersama anggota kelompok 12 untuk klarifikasi. Jika semua setuju dengan daftar soal hidup bersama, team merumuskan persoalan itu, pada level daftar persoalan yang ada dalam komunitas 12 murid bersama sang guru. 

 

Kedua.  Pertemuan kedua lebih fokus pada soal utama yang menjadi penyebab yang memelihara bertumbuhnya kasus dalam hidup bersama komunitas. Misalnya kasus A paling utama menjadi penyebab yang menumbuhkembangkan kasus dalam hidup bersama.  Semua sepakat bahwa kasus utama itu adalah kasus A dengan berbagai segi yang memelihara kasus utama itu.  Kalau semua setuju maka group proses beralih kepada tahap penyembuhan komunitas berikutnya.

 

Ketiga.  Team dapat memformulasikan persoalan secara tepat. Penyebab yang memelihara akar soal dalam kehidupan kelompok duabelas murid dirumuskan secara tepat dan dalam rumusan itu memuat segi-segi yang mengandung persoalan, berdasarkan data yang dikumpulkan dari wawancara, observasi, alat test dan dukungan literature terbaru yang mendukung rumusan soal yang akan diadress dengan intervensi yang efektif berdasarkan literature terbaru.  Hasil rumusan team disampaikan kepada anggota untuk mendapat klarifikasi dari anggota sampai semua anggota setuju rumusan itu sebagai hasil rumusan bersama. Setelah rumusan disetujui oleh semua anggota, kita memasuki tahap selanjutnya dalam group proses yang menyembuhkan kelompok atau keluarga atau dalam hal ini group proses komunitas 12 murid bersama Sang Guru Yesus.

 

 

Keempat. Setelah merumuskan akar soal secara tepat maka tahap berikut adalah rencana penyembuhan atas soal tersebut. Rencana treatmen terdiri dari tiga bagian penting, pertamaberdasarkan rumusan persoalan itu, bersama-sama menentukan daftar soal A,B,C  yang mau diaddress. Setelah semua setuju daftar soal yang ada, maka leader sebagai fasilitator menjelaskan, tahap kedua, yaitu tujuan dari setiap daftar soal yang telah disepakati bersama oleh hadirin dalam pertemuan. Misalnya Kasus A adalah tidak transparan dalam sebuah komisi A. Maka Tujuan kasus A adalah Transparan/Jujur. Demikian juga Tujuan kasus B dan C.  Tujuan semestinya SMART artinya Tujuan setiap kasus itu (S)pesifik/simple, (M)easurable/terukur, (A)ttainable/tercapai, (R)ealistik, (T)imely Statement/jangka waktu yang ditetapkan. Leader bersama team mengedukasi peserta sampai mengerti dan pengertian yang diputuskan adalah pengertian bersama agar dengan pengertian yang baik dari setiap anggota, tidak mengalami kesulitan saat pelaksanaan di lapangan real dalam menyembuhkan kehidupan komunitas bersama. Setelah tujuan jelas diputuskan bersama, memasuki tahap berikut, tahap ketiga dalam bagian ini yaitu penentuan intervensi yang efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Intervensi yang efektif untuk mencapai tujuan itu, team leaders sebagai fasilitator dan bisa juga partisipan membaca literature terbaru yang langsung berkaitan dengan intervensi efektif atas kasus dan tujuan yang telah ditentukan bersama.  Intervensi efektif atas setiap kasus dan tujuan dapat disampaikan secara tepat agar anggota komunitas mengerti secara tepat proses intervensi efektif itu sehingga ketika implementasi intervensi efektif pada anggota komunitas, semua anggota komunitas dapat melaksanakan secara baik dan berhasil dalam proses menyembuhkan komunitas dan disembuhkan oleh komunitas. Kalau ini jalan maka kita beralih ke tahap berikut dalam group proses anggota komunitas 12 murid dengan sang Guru Yesus.

 

Kelima. Memonitor Implementasi Intervensi Efektif, Evaluasi, Revisi bila diperlukan. 

 

Sementara pengimplementasian intervensi yang efektif, leader bersama team memonitor. Alat monitor berupa form-form yang berkaitan dengan kemajuan perubahan dan kemunduran perkembangan kasus dalam diri dan kelompok dapat diukur sehingga anggota kelompok dan individu tahu bahwa implementasi interfensi betul efektif atau tidak.  Form-form monitoring ini dibagikan juga kepada orang tua dan saudara dan saudari atau teman sekolah dan sahabat yang setiap hari bersama dalam kelompok atau individu sehingga kemajuan dan kemundurannya selama implementasi interfensi efektif dapat diketahui dari semua mereka yang peduli dan menolong individu dan atau komunitas yang sedang melalui proses penyembuhan. 

 

Selain itu leader dan teamnya menentukan jadwal yang tetap untuk mengevaluasi implementasi efektif intervensi, bisa harian, bisa mingguan, bisa bulanan, caturwulan, semesteran, atau tahunan. Dalam evaluasi itu tentu menemukan keberhasilan atau kegagalan, harapan dan tantangan. 

 

Kalau interfensi efektif itu tidak jalan maka perlu direvisi. Revisi berarti dalam konteks komunitas, perlu meminta persetujuan anggota komunitas, atau secara personal, perlu mendapat persetujuan pribadi. Revisi berarti asessmen ulang. Itu berarti prosesnya dari awal lagi. Setelah revisi bisa berhasil atau gagal. Kegagalan dapat memberi peluang untuk terus atau terminasi proses penyembuhan komunitas /pribadi. Terminasi berarti mencari solusi cara lain dengan bantuan ahli lain dalam mengadres soal pribadi/komunitas. Untuk itu perlu adanya kerendahan hati leader dan team untuk mencari orang yang lebih professional dalam bidangnya untuk menyembuhkan komunitas/individu. 

 

Tetapi jika setelah revisi semua rasa beres berdasarkan form evaluasi yang diisi oleh semua pihak bahwa efektif intervensi berhasil maka atas keputusan pribadi /komunitas yang telah sembuh atau kelompok yang sembuh untuk melakukan terminasi. Group proses berhasil dalam penyembuhan.  Tetapi dalam konteks penyembuhan komunitas oleh anggota komunitas, group proses terus dan wajib dilaksanakan selama komunitas itu eksis. Hal ini sebuah keharusan untuk mengurangi persoalan individu maupun komunitas. Komunktas adalah lokus untuk menyembuhkan dan disembuhkan. Semoga menginspirasi setiap kelompok kecil maupun kelompok besar. Tuhan memberkati. ***

 

 

 

Rabu, 20 Januari 2021

Renungan Misa Harian Kamis 21 Januari 2021

 SENTUHAN FISIK, PSIKOLOGIS, SOSIAL  SERTA SPIRITUAL YANG MENYEMBUHKAN

 

Renungan Misa Harian Kamis 21 Januari 2021

Ibr. 7:25-8:6

Mrk. 3:7-12

 

 

*P. Benediktus Bere Mali, SVD *

 

 

Masa pandemi covid 19 seperti ini setiap orang mencintai diri dengan melakukan yang terbaik untuk diri agar diri sehat. Hanya orang yang sehat dapat melayani sesama yang sakit Covid 19 dengan melindungi diri dengan peralatan kesehatan yang telah ditentukan. Petugas kesehatan pertama-pertama merasa aman dengan dirinya sendiri sebelum melayani sesama terutama mereka yang sakit Covid 19. 

 

Yesus melayani lautan manusia yang datang berdesak-desakan kepadaNya. Yesus mencintai mereka dengan cara melayani mereka dengan baik dan tulus. Yesus satu orang dapat melayani kebutuhan lautan manusia yang ada dan datang kepadaNya agar kebutuhan mereka Yesus penuhi. Pada titik tertentu Yesus menyadari diri bahwa dirinya membutuhkan perlindungan di antara himpitan dan desakan banyak orang. Karena itu ketika di dalam sebuah pelayaran, Yesus meminta sebuah perahu khusus agar tidak dihimpit oleh begitu banyak orang berlayar bersama. Orang-orang sakit berdesak-desakan datang kepada Yesus untuk menjamah Yesus karena lewat jamahan itu mereka disembuhkan. 

 

Kita seringkali melayani umat di zaman kita dengan agenda yang begitu padat sampai kita melupakan agenda untuk diri sendiri. Kadang-kadang kita menemukan para imam yang jatuh sakit setelah melayani kebutuhan umat dengan jadwal yang padat dan lupa jadwal untuk diri sendiri sehingga pada akhirnya jatuh sakit bahkan ada yang sakit berat dan langsung meninggal. Ini tandanya seorang pelayan mencintai sesama tetapi lupa mencintai dirinya sendiri. Seorang imam menyelamatkan orang lain tetapi lupa menyelamatkan dirinya sendiri. Seorang imam dapat mengatur orang lain tetapi lupa mengatur dirinya sendiri.

 

Yesus melayani begitu banyak orang yang datang kepadaNya tetapi Yesus tetap melayani kebutuhan diriNya sendiri agar diriNya sehat dan kuat. Pengalaman Yesus ini memberi inspirasi kepada kita bahwa kita pun semestinya melayani sesama tetapi jangan lupa melayani kebutuhan kesehatan diri kita sendiri. Hal ini penting karena dengan kesehatan yang baik kita dapat melayani dengan baik pula. 

 

Pada masa pandemic covid 19 ini kesehatan adalah segalanya bagi kita. Utamakan kesehatan dan jangan terpapar covid 19. Untuk itu kita hidup disiplin diri agar kita sehat dengan demikian kita juga tidak menjadi sumber penyebar covid kepada sesama yang kita jumpai. Ini adalah tanda kita mencintai sesama dan mencintai diri sendiri. Ini adalah kita bertanggungjawab untuk diri sendiri dan orang lain. Kelalaian kita sehingga terpapar covid 19 adalah kehilangan tanggungjawab kita terhadap diri sendiri dan sesama dalam kehidupan kita yang berbasis hidup berkomunitas. 

 

Dalam Injil Hari ini , lewat jamahan Yesus orang sakit disembuhkan. Tetapi pada zaman pandemic covid 19 ini lewat jamahan doa dan spiritual orang dapat disembuhkan Tuhan. Bagi kita saat ini jamahan fisik dihindari karena itu dapat menjadi sumber penyebaran virus kepada sesama. Dalam masa pandemic covid 19 ini pertemuan langsung dan sentuhan fisik misalnya berjabatan tangan dan cipika dan cipiki adalah sebuah kerinduan semua orang yang belum dapat terlayani. 

 

Menarik kita renungkan antara jamahan fisik dan pelayanan online di masa pandemic covid 19 ini. Semua pelayanan dapat dilayani secara online tetapi soal makan minum pakaian kita dapatkan lewat sentuhan langsung. Semua yang berhubungan dengan hidup tubuh fisik kita selalu dipenuhi dengan sentuhan fisik. Tidak ada dan belum pernah ada orang makan dan minum secara online. Hanya soal-soal administrasi dapat dikerjakan secara online. Pihak medis pun tidak dapat menyembuhkan orang sakit fisik secara online. Sentuhan pihak medis pada fisik pasien entah itu pengambilan darah dan assessment fisik lainnya yang bergandengan secara langsung dengan sumber sakit penyakit fisik, sentuhan fisik tetap menjadi hal primer. Penyembuhan membutuhkan sentuhan fisik. 



Pertanyaan terbuka bagi kita tentang sentuhan. Kita membutuhkan sentuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual dari orang lain bagi  hidup kita. Orang lian juga membutuhkan sentuhan fisik, psikologis, sosial, dan spiritual dari kita. Apakah Sentuhan kita yaitu sentuhan Fisik, Psikologis, Sosial dan Spiritual pada sesama senantiasa menyembuhkan?  Apakah kita menerima sentuhan fisik, psikologis, sosial, dan spiritual dari orang lain senantiasa menyembuhkan diri kita?. ***

 

 

 

 

 

Selasa, 19 Januari 2021

Renungan Misa Harian Rabu 20 Januari 2021

MEMANFAATKAN KEKUATAN POSITIF DALAM DIRI KITA UNTUK MENYEMBUHKAN &  DISEMBUHKAN

 

 

Renungan Misa Harian 

Rabu 20 Januari 2021

Ibr.7:1-3.15-17

Mrk.3:1-6

 

*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

 

 

Introduksi

 

Setiap saat kita memiliki kebebasan untuk memilih antara yang baik atau yang jahat dan yang menghidupkan atau yang mematikan. Pilihan kita itu baik dalam kata yang kita ucapkan sebagai kata yang mematikan atau menghidupkan dan kata yang lahir dari pikiran dan kemauan jahat atau kata yang lahir dari pikiran dan kemauan baik bagi diri, sesama dan alam sekitar. Kata yang kita ucapakan itu dapat pula memandu kita berperilaku berdasarkan apa yang kita katakan. 

 

Dua kekuatan yang ada di dalam diri kita itu disebut oleh Psikolog Freud dalam dua kata yaitu eros yang membawa kehidupan sedangkan Thanatos yang mematikan. Bagi Freud, kejahatan dan kebaikan yang sering dipersonifikasikan sebagai dewa kehidupan dan dewa kematian itu ada di dalam pribadi manusia. Simbol budaya dan agama tentang kebaikan dan kejahatan, bagi Freud lahir dari eros dan Thanatos yang ada di dalam diri setiap pribadi manusia. 

 

Setiap manusia yang normal tidak pernah melihat secara fisik yang jahat dan yang baik. Kita dapat mengukur dan melihat yang jahat dan yang baik secara real di dalam diri orang yang yang berbuat baik dan atau orang yang berbuat jahat. Bagi Freud simbol agama dan budaya tentang kejahatan dan kebaikan, entah simbol itu dalam bentuk materi/patung dewa kejahatan/dewa kebaikan, kata/doa/Bahasa jahat atau baik,  dan secara real dapat dilihat dan diukur dalam tindakan kejahatan atau kebaikan itu merupakan ekspresi kekuatan positif dan negative yang ada di dalam diri manusia, bukan berasal dari luar diri manusia.

 

Selain simbol kejatan dan kebaikan dalam bentuk material dan kata atau doa, simbol itu juga tampil dalam bentuk non-verbal  atau Bahasa tubuh yang mencakup tindakan kejahatan atau kebaikan. Contoh, gerakan tubuh yang mewakili kejahatan atau kebaikan itu misalnya terdapat pada gerakan tubuh mengutuk orang atau gerakan tubuh yang memberkati orang yang selalu disertai kata/doa/mantra dan materi tertentu (misalnya air berkat, Darah bintang, dll) yang digunakan untuk mengutuk atau memberkati orang. 

 

Dalam pendangan Freud, seorang yang beragama berdiri di mimbar rumah ibadat agama lalu  berkotbah menjelekan atau bahkan berdoa mengutuk orang lain, itu merupakan sebuah contoh real bahwa hal itu terjadi bukan karena kesalahan atau kelalain dari luar diri, tetapi akarnya berasal dari dalam dirinya sendiri. Hal itu merupakan sebuah ekspresi nyata dari sisi Thanatos yang ada di dalam struktur kepribadiannya. Mahkluk yang mematikan yang sedang tidur nyenyak di dalam rumah dirinya yaitu thanatos telah dibangkitkan dan mencari mangsanya. Sebaliknya seorang Mother Theresia yang melayani semua orang kecil dengan penuh cinta kasih adalah aktualisasi dari eros yang ada di dalam dirinya. Mother Theresia menyadari penuh mengaktifkan signal eros di dalam dirinya.  Dalam pandangan Freud,  Mother Thresia dari Kalkuta mengaktifkan signal cinta kasih yang menghidupkan sesama yang dilayani, tetapi pada saat yang sama juga secara sadar Ibu Theresia menghentikan aktivitas Thanatos yang sedang ada di dalam dirinya atau dengan kata lain makhluk Thanatos sedang ditidur-nyenyak-an di dalam dirinya. Dalam pandangan Freud, Ibu Theresia adalah pribadi yang tegas mengaktifkan erosnya yang dikehendaki oleh semua manusia sedangkan kekuatan Thanatos yang membawa efek negatif bagi banyak orang dihentikan atau ditidurkan sementara hingga akhir hidupnya. 


Material, doa/kata/Bahasa dan gerakan tubuh atau Bahasa non-verbal dari Ibu Theresia senantiasa menyembuhkan semua yang dijumpai karena kemampuannya dan kehebatannya menidurkan materi, kata/doa/Bahasa serta bahasa non-verbal yang menyakiti sesama yang dijumpai dan dilayaninya. Dua sisi yaitu kekuatan positif dan kekuatan negative dalam diri itu juga ditemukan di dalam bacan Injil hari ini. 

 

Loci Theologicus

 

Teks Kitab Suci hari ini menampilkan dua kelompok yang bagi saya dan bagi Freud menampilkan Thanatos dan eros bagi kita para pembaca. Orang-orang Farisi yang senantiasa menggunakan aturan menghalangi orang lain berbuat baik merupakan roh Thanatos yang bertumbuh dan berkembang di dalam diri mereka. Sedangkan Yesus dan para pengikut-Nya meskipun terus dihalang-halangi, terus melakukan kebaikan kepada sesama. Hal ini merupakan bukti bahwa Yesus dan para pengikut-Nya mengaktifkan eros secara penuh dalam karya pelayanan mereka. 

 

Sementara orang-orang Farisi menggunakan aturan hari Sabat untuk mencari-mencari kesalahan Yesus. Tepat pada waktu Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, itulah momentum bagi orang Farisi menjatuhkan Yesus dengan larangan aturan sabat.  Orang-orang Farisi melihat aturan Sabat secara kaku bahwa pada hari Sabat orang tinggal di Rumah atau libur atau tidak melakukan pekerjaan termasuk penyembuhan orang sakit yang sangat membutuhkan sang penyembuh.  Maka ketika Yesus menantang orang-orang Farisi dengan mengajukan pertanyaan kepada mereka: “Manakah yang diperbolehkan pada hari sabat, berbuat baik atau berbuat jahat? Menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?” Orang-orang Farisi mendengar pertanyaan ini tetapi tidak memberi jawaban. Mereka diam saja. 


Diam ini punya banyak arti. Bisa jadi mereka jengkel pada Yesus yang memberi pertanyaan yang sangat menyentuh dalamnya nurani mereka, membongkar dan memaksa mereka untuk secara jujur menjawabNya. Tetapi mereka diam, didiamkan oleh thanatosnya walau erosnya terus mengiris nuraninya untuk segera menjawabNya secara jujur.  Orang-orang Farisi mencari kesalahan Yesus berdasarkan aturan Sabat untuk kepentingan diri sendiri, tetapi sayang pertanyaan Yesus kepada mereka memandu mereka secara diam tapi terpaksa menunda menemukan kesalahan Yesus untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri.

 

 

Locus Theologicus

 

Kita merenungkan tokoh Yesus dan pengikut-Nya dan Orang-orang Farisi  dari bacaan Injil hari ini dalam konteks kita tempat dan waktu kita tinggal. Kita dapat menempatkan diri dalam  situasi dan kondisi kita hidup dalam teks Kitab Suci hari ini yang memberikan kita dua kelompok tokoh dalam perspektif psikologis, secara khusus dalam pandangan Freud tentang kekuatan positif dan negatif yang ada di dalam setiap pribadi manusia.  Dari pandangan personal itu kemudian diterapkan dalam kelompok manusia yang dibagi dalam dua kelompok berdasarkan kekuatan negatif dan positif yang ada di dalam pribadi-pribadi dalam kelompoknya masing-masing. Saya dibantu oleh teorinya Freud tentang eros dan Thanatos dalam diri setiap pribadi, kemudian pribadi-pribadi itu dikelompokan berdasarkan eros dan Thanatos juga. Pendapat saya bahwa teks Injil hari ini memberikan kelompk orang-orang Farisi sebagai kelompok yang cukup dicirikan oleh Thanatos karena mereka menghalang-halangi orang untuk melakukan penyembuhan kepada orang yang sakit. Sedangkan Yesus dan pengikut-Nya adalah kelompok yang lebih didominasi oleh ciri eros karena memberikan penyembuhan kepada orang sakit. 

 

Aplikasi                  

 

Kita lihat kedua kelompok ini dalam merefleksikan pengalaman hidup iman kita. Kita dapat menggolongkan diri sebagai kelompok Yesus yang mengutamakan budaya kehidupan kepada diri sendiri, sesama dan alam lingkungan sekitar kita. Atau kita juga dalam refleksi kita menempatkan diri sebagai orang-orang Farisi yang menghalang-halangi orang lain yang setia melakukan budaya cinta kehidupan. Barangkali penghalang-penghalang kecil yang kita lakukan adalah penghalang-penghalang kecil terhadap sesama yang selalu setia pada cinta kehidupan, lewat kata-kata, atau material maupun lewat tindakan kita. 

 

Barangkali kita sambil menghalangi orang lain berbuat baik bagi sesama, kita sendiri kehilangan inisiatif untuk melakukan yang baik bagi sesama, tetapi kita hanya berbuat baik untuk kepentingan diri kita sendiri. Dalam hal ini kita memberikan kesempatan kepada Thanatos di dalam diri kita bekerja dalam tindakan kita menghalang-halangi orang lain yang berbuat baik lewat kata, materi, dan bahasa non-verbal kita.

 

Kita disadarkan kembali oleh bacaan Injil hari ini bahwa Yesus adalah tokoh iman kita. Yesus mencintai hidup manusia khususnya orang sakit dengan menyembuhkannya. Yesus memberikan teladan bagi kita bahwa cinta akan hidup dan kehidupan adalah di atas segala aturan yang menghalangi dalam hal ini aturan hari Sabat. Yesus marah orang-orang Farisi yang menghalang-halangi Yesus dengan kata-kata verbal dan Bahasa non-verbal yang lahir dari kekuatan Thanatos yang ada di dalam diri mereka. Kemarahan ini adalah karena cinta kehidupan pada orang yang sedang sakit. Begitu teganya orang-orang Farisi tidak memiliki kepedulian pada orang yang sakit untuk disembuhkan Tuhan Yesus. Yesus marah mereka dengan maksud agar mereka sadar akan kekurangan mereka dalam melihat peraturan hari sabat dan kekurangan mereka dalam melihat orang sakit yang merindukan kesembuhan dari sang penyembuh. Yesus memenuhi harapan orang sakit yang kemudian disembuhkan oleh-Nya. 


Kita dapat membayangkan, ketika salah seorang dari orang-orang Farisi yang sakit, saya yakin mereka memiliki kepedulian yang sangat mendalam akan anggotanya yang sakit yang sangat merindukan sebuah kesembuhan. Seringkali dalam keadaan sehat kita menghalangi orang lain berbuat baik bagi orang sakit misalnya. Tetapi ketika kita sendiri atau salah seorang dari keluarga atau anggota kelompok kita sakit, maka kita mulai sadar betapa pentingnya kita membutuhkan orang lain untuk membantu dan menyembuhkan kita. Maka tepat sekali kata-kata ini bahwa benar yang terluka yang menyembuhkan. Kalau dulu kita tidak mengalami masalah dan orang lain yang mengalami masalah, lantas kita bicarakan orang yang bermasalah. Baru kemudian mata kita terbuka, setelah kita sendiri mengalami masalah serupa yang telah lebih dahulu dialami orang lain yang kita bicarakan. Maka sekali lagi, kata Henri JM Nouwen: “ yang terluka yang menyembuhkan.” 

 

 

Transformasi diri dan kelompok

 

 

Kita secara pribadi dan kelompok sadar bahwa kita memiliki kekuatan yang mematikan dan juga kekuatan yang menghidupkan. Kita sadar akan hal itu sebagai orang yang memiliki dua sisi psikologis itu menurut Freud. 


Tetapi kita lebih lanjut sadar betul bahwa kita adalah orang beriman Katolik. Teologi Katolik kita berprinsip bahwa kekuatan positif untuk keselamatan universal diaktifkan dalam rasa-akal-aksi kita di mana saja kita berada dalam waktu hidup kita. Sebaliknya Teologi katolik menutup bahkan mengunci signal bagi aktifnya kekuatan negatif yang menghancurkan diri, sesama dan dunia.


Kekuatan negatif dalam diri dan kelompok itu tampak dalam rasa, budi dan aksi kita yang menyakiti bukan menyembuhkan.  Kita ya pada kebaikan. Kita tidak pada kejahatan. Teologi Katolik terangkum di dalam Injil Mat 5:37 yang mengatakan, “Jika Ya katakan Ya dan Jika tidak katakan tidak.” Ya pada Yesus. Tidak pada kaum Farisi. Tidak ada abu-abu dalam Teologi Katolik.***

 

 


Senin, 18 Januari 2021

Renungan Misa Harian Selasa 19 Januari 2021

 SUNGKAN BERBUAT BAIK

Ibr.6:10-20

Mrk.2:23-28

Renungan Misa Harian 

Selasa 19 Januari 2021

 

*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

 

 

Seseorang dapat menjadi pribadi yang Sungkan untuk berbuat baik ketika ia berada di dalam sebuah lingkungan yang dibangun dengan aturan setempat yang sangat ketat. Orang juga dapat menjadi sungkan untuk berbuat baik oleh karena kekuasaan setempat yang sangat dominan atau otoriter menguasai, tertutup terhadap kritikan yang membangun atau kritikan yang memberi solusi. Misalnya, di sebuah negara orang asing tidak boleh mengeritik pimpinan setempat baik dalam tulisan maupun dalam gerakan sosial, demosntrasi misalnya. Misalnya di sebuah negara yang otoriter kekuasaan tunggal, seorang yang dipimpin menjadi sungkan untuk berbuat baik demi sebuah mentransformasi gaya kepemimpinan lama, menuju gaya kepemimpinan yang inovatif, karena kritikan yang membangun sekalipun, kalau tidak diterima, nyawa akan menjadi taruhannya. 

 

 

Kehidupan sosial masyarakat zaman Yesus tidak segalak negara otoriter dengan kekuasaan tunggal yang mendukung orang sungkan  untuk berbuat baik. Keadaan sosial zaman Yesus dalam Injil hari ini cukup moderat yang memberi cukup peluang kepada Yesus dan murid-murid Yesus untuk tidak sungkan berbuat baik bagi sesama dan dalam konteks Injil hari ini berbuat baik untuk hidup mereka sendiri. Meskipun aturan sabat ketat dimata orang Farisi untuk tidak boleh bekerja pada hari Sabat, Yesus memberikan peluang kepada para muridNya bekerja pada hari Sabat untuk kebaikan dan hidup itu sendiri. 

 

Berbuat baik untuk hidup lebih utama daripada taat aturan pada hari sabat yang mematikan hidup manusia. Saya yakin, semua orang bersepakat, aturan harus dinomorduakan, dan hidup diutamakan dalam situasi dan kondisi tempat dan waktu yang tepat. Contoh semua roti sajian di Rumah Allah pada zaman Imam Agung Abyatar hanya dimakan oleh imam-imam. Tetapi Daud dan pengikutnya lapar, mereka masuk ambil roti sajian dan memakannya untuk hidup mereka. Imam Agung Abyatar mengijinkan mereka karena imam Agung Abyatar mengutamakan hidup Daud dan pengikutnya. Daud dan pengikutnya tidak sungkan melakukan yang terbaik pada saat dan tempat yang tepat. 

 

Kalau Imam Abyatar tidak mengijinkan pasti Daud dan Pengiringnya akan mati kelaparan atau setidaknya sakit dan mengganggu perjalanan Daud menuju tempat tujuannya. Imam Abyatar juga tidak sungkan berbuat baik kepada Daud dan para pengikutnya. Barangkali dalam benak Imam Abyatar demikian, Toh bahan persembahan berupa roti sajian di Rumah Allah berlimpah. Para imam makan sesuai kebutuhannya saja. Selebihnya disimpan dan barangkali ada yang rusak karena tidak dimakan. Lebih baik diberikan kepada sesame untuk dimakan. Makanan yang disimpam sampai rusak, pasti Tuhan marah. Tetapi dibagikan kepada sesame yang membutuhkan pasti disayang Tuhan.

 

Yesus sebagai pemimpin para murid mengijinkan para muridNya untuk tidak sungkan berbuat baik apalagi perbuatan mereka berkaitan langsung dengan soal makan untuk hidup agar tetap kuat dan sehat dalam melanjutkan karya pelayanan kepada umat. Aturan Sabat melarang bekerja/memetik gandum pada hari sabat. Orang Farisi menegur Yesus dan para murid berdasarkan aturan sabat secara ketat. Tetapi Yesus dan murid memetik gandum untuk mengusir kelaparan mereka agar tetap kuat dan sehat sebagai misionaris. Orang Farisi Sungkan Berbuat Baik karena aturan Sabat mendukung kesungkanan mereka berbuat baik. Tetapi Yesus dan murid-muridNya, juga Daud dan para pengikutnya Tidak Sungkan Berbuat Baik apalagi tujuan perbuatan baik mereka untuk memelihara hidup yang Tuhan berikan. Tuhan selalu memberkati orang yang tidak sungkan berbuat baik.

 

Kita sungkan untuk berbuat baik di tempat kita misalnya, karena pimpinan kita lebih senior. Kita sungkan berbuat baik karena sebelum kita berbuat baik kita sudah terlebih dahulu berasumsi bahwa pimpinan akan tersinggung kalau kita melakukan ini dan itu. Kita juga akhirnya bukan hanya sungkan untuk berbuat baik, tetapi akhirnya kita cuek saja, entah keadaan hidup bersama mau baik atau tidak itu adalah bukan urusan kita. Saya berpendapat, sikap apatis, janganlah ada dalam kebersamaan hidup kita. Alangkah indahnya, kita menemukan cara-cara yang cantik mengambil inisiatif untuk melakukan sesuatu yang menarik mata bersama demi kebaikan kita bersama. Saya rasa, keadaan kita kini, lebih mendukung untuk semangat berbuat baik dalam situasi dan kondisi sesulit apapun, apalagi kita hidup dalam zaman yang serba gampang yang sangat mendukung kita untuk Tidak sungkan berbuat baik.***

 

 

 

 

Renungan Misa Harian Senin 18 Januari 2021


 

 

 

Ibr.5:1-10

Mzm.110:1.2.3.4, R:4bc

Mrk.2:18-22

 

 

ANGGUR BARU  DISIMPAN DALAM KANTONG BARU

 

 

*P.Benediktus Bere Mali, SVD*

 

 

 

Orang yang tepat ditempatkan pada tempat dan waktu yang tepat juga, adalah harapan setiap orang di dalam sebuah organisasi yang baik untuk kehidupan kepentingan bersama. Hal ini dimiliki oleh pemimpin yang mengutamakan kualitas organisasi di mata public, baik pada level mikro maupun makro. Dengan demikian kehidupan organisasi dapat berjalan dengan baik secara ke dalam maupun secara ke luar. Tetapi seringkali Kita menemukan pemimpin yang menempatkan orang bukan berdasarkan kualitas tetapi berdasarkan suka dan tidak suka yang mengakibatkan organisasi yang dipimpinnya mengalami keropos mulai dari dalam di mata orang luar yang mengobservasinya secara Kristus.

 

Injil hari ini tentang cara berpikir yang tepat lahir dalam aksi yang yang tepat sesuai tempat dan waktu yang tepat, konteks beriman kepada Tuhan Yesus. Para murid Yohanes dan orang Farisi berpikir keliru tentang arti dan tujuan puasa sehingga aksi atau tindakan puasa pada tempat dan waktu yang salah. Sebaliknya para murid Yesus mengerti dan memahami arti dan tujuan puasa sehingga mereka tidak puasa pada saat dan tempat yang tepat. 

 

Puasa adalah pengosongan diri untuk memberi tempat bagi Allah di dalam diri sebagai tempat yang layak bagi penyambutan Allah yang telah menjadi manusia di dalam Yesus. Yesus ada bersama para murid-Nya maka komunitas mereka bersuka cita bersama-Nya. Tetapi para murid Yohanes Pembaptis dan orang Farisi berpuasa karena mereka tidak mengerti bahwa Yesus adalah Anak Allah yang dinantikan orang Israel sebagaimana nubuat para nabi dalam Perjanjian Lama dan Yohanes Pembaptis dalam Perjanjian Baru. 


Kemungkinan lain yang bisa terjadi bahwa mereka wajib berpuasa karena mereka belum menyiapkan hati dan budi yang paham akan Yesus. Mereka perlu berpuasa dan merenung tentang siapakah Yesus bagi mereka. Sebaliknya boleh jadi murid-murid Yesus sudah tahu bahwa Yesus adalah Mesias yang dinantikan oleh bangsa Israel. Yesus sudah ada dan bersama mereka. Hati dan budi para murid-Nya sudah siap lahir bathin hidup bersama Yesus. 

 

Maka bagi para murid, kata-kata ini tepat, “anggur baru disimpan di dalam kantong yang baru.” Anggur baru adalah Tuhan Yesus. Kantong baru adalah wadah hati dan budi yang baru dari para murid-Nya. Tetapi  bagi murid-murid Yohanes dan orang Farisi berlaku kata-kata ini, “ anggur baru belum siap disimpan di dalam kantong hati-budinya yang masih belum pantas. Mereka perlu berpuasa sampai memiliki hati dan budi yang baru untuk simpan anggur yang baru.

Pesan bagi kita untuk menyiapkan kantong hati dan budi yang layak bagi Yesus untuk tinggal di dalamnya. Untuk kita selalu rajin membaca SabdaNya dan melakukan kehendakNya dalam waktu hidup kita. Kita Ya pada Yesus dalam setiap waktu dan tempat kita hidup. Kita Tidak pada semua yang tidak sesuai kehendakNya. KehendakNya selalu menyelamatkan kita. Kehendak di luar Yesus menyesatkan kita. “Kantong Hati dan Budi yang Baru tempat yang pantas untuk menyimpan  Anggur Baru.”