Senin, 08 Februari 2021

Renungan Misa Harian Senin 8 Februari 2021

 



 Renungan Misa Harian

Senin 8 Februari 2021

Kej.1:1-19

Mrk.6:53-56

 

“Menjamah Yesus itu yang Menyembuhkan”

 

 

Pada masa pandemic covid 19 ini saling menjamah dalam situasi normal menjadi sesuatu yang asing dan ganjil. Jamahan yang menyembuhkan dapat terjadi dari perawat dan dokter kepada pasien untuk mendapat data sakit atau penyakit dari pasien dalam dunia Kesehatan. Misalnya penderita Covid-19 hanya dapat diketahui melalui asesesment yang menggunakan peralatan medis untuk mendapat data ilmiah dari pasien yang terpapar positif covid-19. Ini adalah jamahan yang menyembuhkan dari pihak medis kepada pasien covid-19. Sebaliknya jiks terjadi pasien covid-19 yang menjamah maka jamahannya itu membawa sakit penyakit bahkan dapat membawa kematian bagi yang menjamah dan dijamah. 

 

Injil hari ini tentang jamahan yang menyembuhkan. Orang-orang sakit melalui menjamah Yesus maka dapat disembuhkan oleh jamahan itu. Tuhan Yesus membiarkan diri-Nya dijamah oleh semua orang yang melakukannya dengan satu kekuatan utama yaitu iman yang kokoh kepada Yesus Tuhan Sang Penyembuh Sejati. Jamahan tanpa iman akan mendatangkan jamahan yang tidak membawa dampak apa-apa bagi penjamah. Jamahan dalam Injil hari ini jamahan yang bermula dari sebuah jamahan yang berakar dalam iman yang kuat sekali. Orang-orang yang mengusung orang sakit di atas tilam kepada Yesus. Iman pribadi dan iman orang lain dalam menjamah Yesus itu berbuah penyembuhan dalam diri para penjamah. Di sini ditemukan kerja sama yang baik dalam beriman kepada Yesus dalam proses penyembuhan orang-orang sakit yang datang menjamah Yesus. 

 

Penyembuhan ini menciptakan situasi yang harmonis dan normal dan baik adanya. Sakit fisik yang telah membuat suasana fisik dan bathin tidak baik, berakhir lewat jamahan yang menyembuhkan. Jamahan yang membuat segala sesuatu Kembali baik adanya. Bacaan Pertama menegaskan, pada awal penciptaan, Tuhan menciptakan segala sesuatu baik adanya. Tetapi jamahan manusia pada buah terlarang dari pohon peraturan antara yang baik dan jahat itulah, membuat semuanya Kembali kaos, kacau, tidak normal, tidak harmonis. Sakit-penyakit merupakan sebuah situasi dan kondisi yang menghilangkan kaharmonisan di dalam diri manusia. Melalui menjamah Yesus  orang sakit disembuhkan. Penyembuhan lewat menjamah Yesus dapat mengembalikan keharmonisan yang telah hilang.*** (P. Benediktus Bere Mali, SVD)***

 

 

Sabtu, 06 Februari 2021

Renungan Hari Minggu Biasa V (B-1) 7 Februari 2021


Ayb.7:1-4.6-7

1Kor.9:16-19.22-23

Mrk.1:29-39

 

PENDERITAAN DAN KESELAMATAN YANG INKLUSIF

 

*P. Benediktus Bere Mali, SVD*

 

 

 

Banyak orang senang mencari Yesus untuk menyelesaikan banyak persoalan yang sedang mereka alami . Hal ini terjadi setelah Yesus menyembuhkan Ibu Mertua Simon yang sakit demam. Peristiwa penyembuhan ini disusul dengan begitu banyak orang yang berbondong-bondong mencari Yesus pada sore hari dan pada pagi hari berikutnya. Waktu sore hari itu, Yesus melayani semua yang berbondong-bondong datang kepada-Nya. Tetapi pada pagi hari berikutnya, Yesus tidak sempat melayani karena sebelum orang banyak itu berbondong-bondong datang di penginapan Yesus bersama para murid-Nya, Yesus telah pergi mendahului para murid-Nya ke tempat yang sunyi untuk berdoa pada waktu pagi yang masih gelap. Para murid yang datang kemudian ke tempat Yesus, berkata kepada Yesus bahwa begitu banyak orang datang berbondong-bondong terus mencari Yesus. Barangkali di dalam Perasaan dan pikiran para murid, ingin Yesus meluangkan waktu untuk melayani mereka. 


Tetapi pikiran Yesus sangat berbeda. Di dalam kesunyian itu Yesus, dalam doa-Nya Yesus menemukan jawaban bahwa meskipun banyak orang yang berbondong-bondong mencari-Nya, Yesus memutuskan pergi ke tempat-tempat lain di Galilea dan sekitarnya untuk melayani mereka karena untuk itulah Yesus telah datang. Yesus dipanggil dan diutus untuk mewartakan keselamatan universal kepada segala suku bangsa. Artinya keselamatan Yesus sifatnya inklusif, artinya keselamatan itu bukan hanya kepada orang-orang yang bersemangat mencari dan mengikuti Yesus, tetapi juga untuk mereka yang belum mengenal Tuhan di daerah-daerah lain. 

 

Orang banyak yang berbondong-bondong mencari dan mengikuti Yesus ini barangkali atau mungkin dapat ditujukan kepada kita. Barangkali kita juga mencari dan menemukan Yesus untuk Yesus menyelesaikan persoalan-persoalan yang sedang kita alami. Barangkali kita seperti orang banyak yang mencari Yesus untuk Yesus menyelesaikan berbagai persoalan kita termasuk penderitaan, sakit, sementara kita sendiri tidak pernah berusaha untuk menyelesaikan persoalan yang sedang kita alami. Barangkali kita mencari Yesus untuk Yesus menyelesaikan semua persoalan kecil, persoalan sederhana, persoalan sedang bahkan persoalan paling berat yang sedang  kita alami. Dengan kata lain kita mencari Yesus sebagai penyelesai atas semua kesulitan dan persoalan yang sedang kita alami. 

 

Yesus memutuskan meninggalkan mereka yang berbondong-bondong mencari Yesus itu karena Yesus tidak mau membuat mereka merasa sangat tergantung pada Yesus untuk menyelesaian semua persoalan termasuk persoalan-persoalan yang dapat mereka selesaikan sendiri. Yesus tidak menghendaki orang banyak itu lari dari penderitaan mereka sendiri. 


Yesus mau supaya mereka sendiri juga harus menerima penderitaan, mengalami penderitaan, dan menyelesaikan persoalan mereka sendiri. Yesus mau mendidik mereka bahwa tidak semua penderitaan harus diselesaikan oleh Yesus. Ada penderitaan yang merupakan bagian dari hidup dan harus dialami sendiri selama hidup mereka. Yesus tidak mau mereka bermental santai dan enak dalam hidupnya terutama di dalam menyelesaikan persoalan yang harus mereka sendiri selesaikan. Ketika Yesus meninggalkan orang banyak yang mencari-Nya tentu ada berbagai tanggapan yang muncul dalam diri mereka yang ditinggalkan maupun mereka yang menyaksikannya. Ada tanggapan negatif. Ada juga tanggapan positif.


Bagi saya, barangkali bagi kita semua juga bahwa bukan hanya keselamatan yang inklusif tetapi penderitaan juga inklusif. Artinya bahwa semua orang tanpa kecuali mengalami penderitaan dengan derajat derita yang dialaminya masing-masing orang berbeda-beda, ada yang derajat deritanya rendah, ada yang deritanya sedang dan ada yang derajat atau tingkat deritanya sangat tinggi. Penderitaan yang rendah bisa membuat orang bermotivasi rendah untuk berjuang dan bekerja menjadi yang terbaik dalam hidup bersama orang lain maupun dalam meraih tujuan hidupnya. Penderitaan yang sedang dapat memotivasi orang untuk berjuang dengan tekun dan sungguh-sungguh meraih cita-cita yang tinggi. Penderitaan yang terlalu tinggi memandegkan motivasi orang untuk berusaha lebih maju dalam meraih tujuan hidupnya. 

 

Mereka yang menderita dan mencari Yesus, tetapi Yesus berani meninggalkan mereka karena Yesus mau menunjukkan bahwa penderitaan adalah bagian dari hidup manusia. Ada penderitaan yang semestinya dialami oleh manusia karena penderitaan itu juga adalah bagian dari hidup manusia. 


Penderitaan inklusif ini terungkap jelas di dalam Kitab Ayub dalam bacaan pertama. Ayub sebagai manusia mengungkapkan penderitaan-Nya bahwa ia bergulat secara sangat serius dalam hidupnya dan bahkan Ayub merasa gelisah sepanjang malam hingga dinihari. Ayub mengalami pergulatan yang hebat dalam menanggung penderitaan-Nya. 


Bagi saya dan tentu mungkin bagi kita juga bahwa sesungguhnya penderitaan adalah sebuah panggilan hidup. Yesus mengalami penderitaan salib sampai wafat di salib. Yesus tidak lari dari penderitaan tetapi Yesus menerima dan mengalami penderitaan. Hanya lewat penderitaan-Nya dan kematian-Nya ada kebangkitan dan keselamatan kekal.


Dalam bacaan kedua, menegaskan bahwa pewartaan Injil bukan untuk mencari  memegahkan diri tetapi untuk menjadi hamba yang setia melayani. Bagi orang yang mewartakan Injil untuk mencari dan menemukan memegahkan diri, untuk dilayani, maka adalah sebuah penderitaan tersendiri ketika harus fokus mewartakan Injil untuk menjadi hamba yang selalu setia  melayani.


Saudara-saudara, di masa pandemi covid-19 ini, kita diinspirasi oleh penderitaan inklusif  dalam bacaan suci hari ini. Bahwa penderitaan yang kita alami saat ini oleh karena pandemi ini, juga dialami semua negara di dunia. Menerima pandemi sebagai penderitaan kita membuat kita sembuh satu langkah lebih maju dari sakit ataupun serangan covid-19. Artinya bahwa penderitaan covid-19 ini inklusive terbuka bagi siapa saja dan kapan saja. Hanya lewat disiplin prokes covid-19 dan menerima vaksin yang dapat mengurangi serangan covid-19 terhadap diri kita. Tuhan memberkati Kita semua. Salam Sehat Selalu. ***


 

 

Jumat, 05 Februari 2021

Renungan Misa Harian Sabtu 6 Februari 2021

 Renungan Harian

Sabtu 6 Februari 2021

 

Ibr.13:15-17.20-21

Mrk. 6:30-34

 

 

Dalam group proses penyembuhan atau penyelesaian atas sebuah soal, ada lima langkah yang perlu dilakukan. Pertama, data persoalan dari pribadi, keluarga, kelompok dan komunitas berasal dari sebuah assessment ilmiah yang terdiri dari pertama observasi dari dalam anggota kelompok itu sendiri maupun dari luar kelompok sehingga data observasi mendekati kebenaran bahwa dalam pribadi maupun dalam keluarga atau komunitas yang menjadi fokus, bisa mendapat persoalan secara obyektif. Kedua, wawancara pribadi, keluarga, atau komunitas yang hendak diteliti untuk mendapat data yang obyektif. Wawancara terbatas pada tokoh-tokoh kunci yang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang pribadi, keluarga, atau komunitas yang diteliti. Ketika, questioner atau alat tes psikologi yang tepat sesuai dengan soal di dalam diri atau keluarga atau komunitas, berdasarkan persetujuan partisipan setelah penjelasan peneliti dan dipahami oleh partisipan. 

 

Kedua, data dari tiga alat asesement ini dapat dirangkum peneliti. Hasilnya disampaikan kepada partisipan untuk mendapat koreksi yang melengkapi data yang tekah peneliti rangkumkan. Setelah mendapat masukan dari partisipan, peneliti menentukan daftar persoalan dari group yang diteliti kemudian soal itu disampaikan kepada partisipan untuk didiskusikan, sampai menemukan masalah utama dari kelompok atau group atau komunitas yang diteliti.  

 

Ketiga, Masalah utama yang dimaksud bisa terdiri dari satu soal atau beberapa soal dengan penyebab utama yang memelihara persoalan itu. Setelah rumusan persoalan yang bersentuhan langsung dengan perasaan, pembicaraan, perbuatan dan pikiran dari anggota kelompok atau pribadi yang diteliti, peneliti dapat menyampaikan hasil rumusan sementara itu, presentasikan kepada partisipan untuk disempurnakan oleh partisipan. 

 

Keempat, setelah partisipan menyetujui hasil rumusan itu, peneliti dapat menuju tahap berikut yang membantu peneliti bersama partisipan menentukan perencanaan penyembuhan atas soal-soal group atau komunitas yang dirumuskan sebelumnya. Perencanaan penyembuhan atau penyelesaian soal ini meliputi tiga tahap terpenting yang harus dilalui. Pertama, peneliti bersama partisipan membaca rumusan soal sebelumnya. Dari dalam rumusan itu persoalan group yang berhubungan dengan emosi, tindakan, dan pikiran didaftar secara jelas dan pasti sebagai persoalan pokok atau persoalan inti dari group atau komunitas yang hendak melaksanakan proses penyembuhan atau penyelesaian atas soal-soal itu. Peneliti meminta konfirmasi partisipan atas daftar soal partisipan untuk membuat persoalan final menurut partisipan yang diteliti. 

 

Setelah partisipan menyetujui daftar soal groupnya atau komunitas, peneliti memasuki tahap berikut dari proses penyembuhan kelompok atau komunitas yang menjadi partisipan yang diteliti. Tahap berikut setelah daftar soal utama adalah peneliti bersama partisipan menentukan tujuan dari setiap daftar soal pada tahap pertama. Tujuan itu untuk menyembuhkan atau menyelesaikan setiap daftar soal group atau komunitas yang telah ditentukan sebelumnya pada tahap pertama dari proses penyembuhan. Tujuan itu semestinya spesifik, dapat terukur, dapat dicapai, konkret, memiliki batas waktu tertentu. Peneliti menjelaskan tujuan ini kepada partisipan sampai semua partisipan mengerti sebab dengan pemahaman partisipan itu partisipan dapat melaksanakan proses penyelesaian soal dalam group atau komunitas. 

 

Setelah mereka mengerti tujuan, peneliti dapat mengarahkan partisipan pada tahap berikut dari proses penyembuhan atau proses penyelesaian atas dafta soal dengan tujuannya yang telah ditentukan dan disetujui bersama. 

 

Untuk mencapai tujuan itu, peneliti menemukan dan menjelaskan intervensi yang efektif kepada partisipan sebagai satu cara untuk mencapai tujuan atau dengan kata lain menyelesaikan persoalan yang ada dalam group atau komunitas. Peneliti mengelaborasi literatur-literatur terkini tentang intervensi efektif atas soal group atau komunitas yang sedang ditujukan untuk diselesaikan. Peneliti memberikan contoh, bahkan latihan kepada partisipan sampai mereka mengerti dan mereka dapat melaksanakan intervensi efektif itu pada diri mereka sendiri dalam mencapai tujuan yaitu menyelesaikan masalah group atau komunitas. 

 

Kelima, setelah partisipan atau group atau anggota komunitas mengerti intervensi efektif berdasarkan literatur terkini, maka peneliti dapat beralih kepada tahap pengimplementasian intervensi efektif pada anggota komunitas atau group atau partisipan. Selama implementasi intervensi efektif itu, peneliti dapat menentukan jadwal monitor dan evaluasi, baik oleh peneliti, partisipan, maupun observer dari luar dengan mengisi form-form monitor dan evaluasi yang sudah disiapkan dan telah dibagikan. Dari hasil data monitor dan evaluasi ini, peneliti dan partisipan memiliki alasan yang cukup untuk mengatakan bahwa proses penyembuhan atau penyelesaian atas persoalan partisipan dapat berjalan dengan baik atau sebaliknya. Ternyata dalam pengimplementasian intervensi efektif itu tidak berjalan maka peneliti meminta persetujuan dan ijin partisipan untuk melakukan revisi karena sangat memungkinkan untuk itu. 

 

Revisi berarti peneliti dapat melakukan assessment ulang dan seterusnya melalui tahap-tahap seperti disebutkan di atas sampai group atau komunitas yang menjadi partisipan dapat sembuh atau menyelesaikan persoalannya. Atas dasar persetujuan partisipan bahwa mereka telah merasa nyaman karena masalah telah selesai maka proses penyembuhan atau penyelesaian persoalan group, secara bersama oleh partisipan dan peneliti mengakhirinya atau terminasi proses penyembuhan atau penyelesaikan persoalan komunitas atau group proses. 

 

 

Langkah-langkah group proses dalam menyelesaikan persoalan group di atas dapat digunakan untuk melihat group proses dalam komunitas para murid bersama Yesus secara khusus di dalam Injil pada hari ini.  Salah satu tahap dari group proses yang sangat aktual yang ditemukan di dalam group proses para murid adalah tahap evaluasi tugas dan kerja mereka sebagai pewarta Injil kepada segala suku bangsa. Mereka menyelesaikan persoalan bahwa begitu banyak orang yang belum mengenal Tuhan Yesus maka mereka perlu ditutus dan mewartakan Yesus kepada semua orang. Dalam melaksanakan tugas ini ada banyak pengalaman suka dan duka, gagal dan berhasil.  Yesus mengundang mereka semua berkumpul pada tempat yang sepi untuk sharing pengalaman, untuk evaluasi tugas misi mereka. Evaluasi ini penting karena dari sini para murid dapat menyempurnakan misi mereka dan jika perlu revisi, maka mereka perlu revisi cara pendekatan mereka sesuai konteks misi mereka masing-masing, sehingga revisi cara misi itu akan memberikan dampat positif bagi penerima pewartaan khabar Gembira Tuhan yang membawa keselamatan inklusif. Revisi itu baik yang berhubungan dengan misi ke dalam diri para murid dan ke dalam komunitas para murid itu sendiri maupun misi ke luar kepada orang-orang yang mereka layani. 

 

Mungkin dalam evaluasi itu termasuk menyangkut bidang fisik berupa Kesehatan, uang saku, uang makan minum pakaian serta biaya operasional yang lainnya dari misi. Saya rasa dan yakin, di sini peran murid Yudas Iskariot menjadi sentral dalam mempresentasikan semua kegiatan misi yang berhubungan dengan keuangan komunitas para murid bersama Sang Guru Yesus Tuhan. 

 

Dalam bidang rohani, tentu fokus pada hidup doa, puasa, dan berderma atau bersedeka sebagai tiga hal utama dalam mempertajam kesalehan para misionaris. Dalam Injil jelas, mereka pergi ke tempat yang sunyi, untuk mengolah dan mengasah keheningan mereka. Itulah pengalaman para murid dalam Injil hari ini.

 

Kita hidup dalam komunitas karya dan komunitas formasi dengan penekanan misi ke dalam dan keluar komunitas dengan penekanan yang berbeda-beda. Tetapi bagi kita tahap-tahap group proses komunitas kita untuk menyehatkan komunitas kita, harus kita sadari, dan implementasikan di dalam komunitas kita. Arahnya jelas dan sangat penting: untuk menyehatkan kehidupan kita bersama di dalam komunitas karya dan komunitas formasi. Lima tahap untuk menjadikan komunitas kita sehat atau setidak-tidaknya meminimalkan persoalan dalam komunitas kita yaitu kita tahu soal-soal yang ada dalam komunitas kita melalui assessment rutin yang kita lakukan dalam waktu yang telah terencana rapi. Kita bersama merumuskan persoalan itu. Kita bersama mendaftarkan persoalan utama dalam komunitas kita. Kita menentukan tujuan dari persoalan itu. Kita menemukan intervensi efektif terkini dalam menyelesaikan persoalan utama komunitas kita yang sedang kita alami. Kita mengimplementasikan intervensi efektif itu dan dalam pengimplementasian itu kita menentukan bagaimana memonitornya, mengevaluasinya, merevisinya jika perlu, sampai komunitas kita berjalan sehat dan normal untuk kebaikan kita bersama. Semoga berguna bagi pembaca.*** (P.Benediktus Bere Mali, SVD)***

 

 

 

 

Renungan Harian Jumat 5 Februari 2021

  Refleksi Bacaan Misa Harian

Jumat 5 Februari 2021

Ibr.13:1-8

Mrk 6:14-29


*P.Benediktus Bere Mali, SVD*



Ada tiga hal penting yang menjadi godaan bagi manusia yaitu tahkta, harta, dan seks. Godaan ini disinggung di dalam bacaan-bacaan suci hari ini. Bacaan Pertama berbicara tentang godaan harta dan seks. Dalam bahasa bacaan Pertama tertulis, janganlah menjadi hamba uang dan janganlah menodai tempat tidur. Sementara di dalam bacaan Injil berbicara secara detil tentang godaan kuasa. Hamba kekuasaan  dapat menghalalkan segala cara untuk memiliki kuasa dan sekaligus menjadi hamba kuasa. Herodes memiliki sekaligus menjadi hamba kuasa. Ia memenggal kepala Yohanes Pembaptis demi harga diri, kuasa, dan seks. Herodes hamba kuasa, harta, dan seks yang berpuncak pada Pemenggalan kepala Yohanes Pembaptis yang  terjadi setelah Yohanes Pembaptis menegur Herodes yang memperisteri Herodias, isteri Filipus saudaranya. Herodes hamba kuasa, harta dan kenikmatan seks. Herodes menghalalkan segala cara untuk memiliki dan sekaligus menjadi hamba harta, kuasa, tahkta.


Pesan bagi kita adalah cukupkanlah dirimu dengan materi tapi janganlah materialis, cukupkanlah dirimu dengan kuasa tetapi janganlah hamba kuasa seperti Herodes, cukuplah dirimu dengan kepuasan dan kenikmatan inderawi tetapi janganlah menjadi hamba kenikmatan duniawi yang sementara. 


Arahkanlah dirimu berkuasa untuk melayani dengan tulus ikhlas,  berharta duniawi untuk memperoleh harta surgawi yang abadi, dan memiliki kenikmatan inderawi untuk memiliki kenikmatan surgawi yang kekal. Tuhan memberkati.***

Kamis, 04 Februari 2021

Kematian: Panggilan sempurna dari Tuhan

 

*P.Benediktus Bere Mali, SVD*


 Sumber refleksi tentang

Kematian: Panggilan sempurna dari Tuhan


Rm. 14:8

Mrk.8:33

Mat. 16:23


Pada waktu masih kecil tetangga dan orang tua yang tinggal di sebuah kampung dengan rumah-rumah adat yang berdekatan dengan di halaman tengah perkambungan tempat bermain anak-anak, tempat menyelenggarakan simbol-simbol adat-budaya yang meliputi kata-kata atau doa, bahan material yang digunakan, dan kegiatan atau  bahasa tubuh dalam penyelenggaraan ritus tersebut.


Salah satu kegiatan di halaman tengah itu adalah setiap sore kami sebagai anak-anak bermain dan berbagi cerita tentang cerita cerita yang penuh dengan sukacita, gembira,  damai, dan nyaman serta yang enjoy. Ketika cerita tentang kemarahan satu terhadap lain, bahkan cerita tentang dukacita, sedih, kematian, orang tua, kakak atau saudara yang mendampingi dan mendengar itu langsung menarik kami ke tempat lain sambil cerita-cerita sukacita untuk sekedar mengalihkan perhatian dari yang dukacita kepada yang sukacita.


Ketika Yesus bercerita tentang kematian, Petrus menarik Yesus ke belakang dan menegur serta melarang Yesus agar jangan ceritera tentang kematian. Petrus mau supaya Yesus berbicara tentang sukacita, kegembiraan, enjoy. Petrus tidak mau saat enjoy bersama diakhiri dengan berita duka, dan kematian. Pengalaman Petrus ini terjadi saat orang banyak sedang berbondong-bondong mengikuti Yesus yang membuat begitu banyak orang penuh dengan Damai dan Sukacita bersama Yesus. Petrus mau supaya terus hidup enjoy dan kedamaian ini jangan cepat berlalu. Tetapi Yesus marah Petrus. 


Yesus  berpaling sambil memandang murid-murid-Nya lalu memarahi Petrus, kata-Nya: "Enyahlah Iblis,  sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia (Mrk. 8:33)." Atau versi Mat.16:23, "Yesus berbalik dan berkata kepada Petrus, “Enyahlah dari hadapan-Ku, hai Setan! Kamu adalah batu sandungan bagi-Ku sebab engkau tidak menetapkan pikiranmu pada hal-hal dari Allah, melainkan hal-hal dari manusia.”


Barangkali pengalaman Petrus ini dapat ditujukan kepada kita. Kita lebih enjoy dengan hal-hal yang aduhai. Tetapi bukan pada hal-hal yang duka dan kematian. Sepertinya kita hanya mau memilih yang sukacita saja tetapi menolak yang dukacita. 




Banyak orang yang tidak mau susah, mati, maunya enjoy saja. Saya ingat pengalaman sakit mantan provinsial sebuah kongregasi yang tak berdaya dengan kesehatannya tapi ekspresi lahir wajah-Nya begitu senyum bahagia, tidak mengeluh, menerima. Lalu saya tanya, apa kuncinya? Beliau jawab begini, sakit, menderita, bahkan kematian adalah bagian dari panggilan saya, panggilan kita manusia. Saya terdiam lama mendengar dan merekam rapi di benak. Lantas saya lanjut dalam hati, memang  betul sekali bahwa beliau mengerti secara tepat tentang psikologi perkembangan ini bahwa setiap orang harus melewati tahap-tahap perkembangan manusia universal. Kita manusia harus melewati dan mengalaminya. Tahap psikologi perkembangan kita itu meliputi:   lahir, hidup, kerja, sakit, mati. Setiap orang mengalami dengan caranya masing-masing. Ada yang menerima setiap tahap hidupnya. Tetapi ada pula yang menolak setiap tahap hidupnya. Salah satunya tolak atau terima dukacita, derita, dan kematian. 



Yang menerima kematian pasti telah siap sejak awal karena derita dan kematian adalah bagian dari tahap hidup manusia dan tampak enjoy mengalami duka dan kematian sebagai satu Panggilan sempurna dari Tuhan sebagai suatu moment penting untuk penyembuhan total dan Sukacita abadi di Surga. 

Maka tepat Paulus menulis Suratnya kepada jemaat di Roma. "Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. Karena kita hidup bukan untuk kita sendiri dan mati bukan untuk diri kita sendiri, tetapi baik hidup dan mati adalah untuk Tuhan (Roma 14:8)."


Panggilan hidup. Panggilan mati Kita tetap milik Tuhan. Panggilan pada kematian adalah panggilan Paling Sempurna. Orang/kita harus bicara tentang dukacita, kesedihan dan kematian. Karena itu adalah panggilan kita. Baik hidup atau mati Kita adalah milik Tuhan.***

Panggilan Sempurna dari Tuhan : Penyembuhan Total dalam Kematian

  Renungan Harian 

Kamis 4 Februari 2021

Sumber Refleksi 

Ibr.12:18-19.21-24

Mrk. 6:7-13




*P.Benediktus Bere Mali, SVD*


Injil hari ini mengisahkan tentang panggilan para murid  mengingatkan kita akan panggilan kita masing-masing. Panggilan para murid dan panggilan kita adalah sebuah rahmat Tuhan. Kita berterimakasih atas rahmat panggilan kita. Kita juga patut merayakan panggilan kita ini dan panggilan para murid ini sebagai sebuah rahmat Tuhan. Seringkali dalam kelemahan dan keterbatasan Kita, Kita bertanya pada diri kapan panggilan kita menjadi Sempurna?  Mengapa setelah mengikuti panggilan Tuhan menjadi imam, bruder biarawan biarawati masih tetap ada kekurangan dan kelemahan di sana dan di sini? Mengapa setelah Tuhan memanggil Kita secara khusus, masih ada berbagai kesulitan dan tantangan serta hambatan yang terus datang dan dialami?  



Menghadapi berbagai pertanyaan itu pada akhirnya Kita akan  tiba pada satu kata di tengah-tengah perjuangan  Kita, pasrah pada panggilan Tuhan menuju panggilan yang Paling Sempurna yaitu "Panggilan menuju Yerusalem Surgawi"  Yerusalem Baru sebagai sebuah panggilan yang Sempurna. Kita semua akan mengalami panggilan ini. Tidak seorang pun dapat lari dari panggilan Tuhan menuju Surga.


 Kematian Konfraters Romo Alo Wayan SVD dan Romo Yusuf Halim SVD adalah sebuah jalan panggilan kesempurnaan di dalam Yerusalem Surgawi. Yerusalem abadi. Hari ini mereka memenuhi panggilan Surgawi. Kita pun akan mengalami pemenuhan panggilan Sempurna itu. 


Mari Kita merayakan panggilan kita dan kedua konfraters Kita di dalam Perayaan Ekaristi pada Hari ini. ***

Renungan Harian Kamis 4 Februari 2021


Sumber Refleksi 

Ibr.12:18-19.21-24

Mrk. 6:7-13




*P.Benediktus Bere Mali, SVD*


Sharing pengalaman dengan sesama, antara dua orang atau lebih  itu sangat penting. Sharing pengalaman sangat membantu membuka peluang untuk menolong dan ditolong berdasarkan rencana strategi dan tujuan bersama, untuk menuntun dan dituntun pada arah yang tepat dan benar, untuk mengingatkan dan diingatkan, untuk menegur dan ditegur, untuk mengkritisi dan dikritisi sesuai arahan awal, strategi awal, untuk tujuan awal Sang Guru.   Singkatnya, sharing pengalaman itu menyehatkan, menyelamatkan, menyembuhkan, mengurangi sakit penyakit, mengurangi kesulitan dan persoalan, mengurangi dan meminimalkan kesalahan, mengutamakan kebijaksanaan dalam situasi dan kondisi yang  tepat dan baik serta benar. Letak pentingnya sharing itu disadari Tuhan Yesus Sang Guru 12 murid. 


Yesus memanggil keduabelas murid dan membagi mereka berdua-dua  lalu memberi kuasa atas roh-roh jahat. Artinya kuasa yang Tuhan beri kepada 12 murid yang dibagi dalam 6 Kelompok, dan setiap kelompok 2 orang, diberi kuasa Roh Kebaikan yang berasal dari Allah untuk mengantar semua orang yang mereka akan layani  kepada Tuhan Yesus. Enam Kelompok itu diutus ke tempat yang ditentukan oleh Sang Guru, Tuhan Yesus.  Yesus sesungguhnya memiliki rencana yang matang, strategi yang baik dengan kerja team yang solid, dan tujuan yang tegas dan jelas yaitu Roh Kebaikan adalah penuntun utama dalam situasi dan kondisi apapun. Artinya semua itu berjalan di dalam Group Proses yang baik. Pertama dan utama group proses itu untuk menyembuhkan dan menyelamatkan komunitas intern, ad intra yang menjadi dasar yang kuat dalam menjalankan tugas perutusan ke luar, ad extra, untuk menyembuhkan, menyelamatkan semua orang lintas batas.


Group proses kita perlu di dalam komunitas karya dan komunitas pembentukan. Group proses Yesus dan para murid adalah model group proses dalam keluarga kita sebagai Gereja pertama dan utama. Lewat group proses bermodelkan group proses dalam Injil hari ini, kita tegas untuk hidup dalam kuasa Roh Kebaikan yang menyelamatkan, menyehatkan, menyembuhkan Kita. ***