Selasa, 06 November 2012

kotbah Misa Harian, Rabu 7 Nopember 2012



IKUT YESUS  &  PRINSIP EKONOMI
Flp 2:12-18; Luk 14:25-35)
Kotbah Misa Harian, Rabu 7 Nopember 2012
Di Soverdi St. Arnoldus Surabaya

(Rm. Benediktus Bere Mali, SVD)

Kita hidup dalam aneka konteks yang menyertai kita. Kita hidup dalam perkembangan ilmu ekonomi yang sangat luar biasa. Kita juga hidup di antara kehidupan keagamaan yang beraneka ragam. Kita hidup di antara ilmu kedokteran yang begitu cepat perkembangannya. Kita juga hidup di antara perkembangan ilmu politik yang berkembang dengan sangat pesat. Singkat kata, kita hidup di antara multidisplin ilmu yang mengelilingi kita dengan prinsipnya masing-masing.
Masing-masing ilmu itu hidup dan berkembang selalu berkaitan dengan kehidupan uang  atau ekonomi. Seorang dokter melalui pengorbanan di dalam  prosfesinya  untuk mendapat keuntungan material yang sebesar-besarnya. Seorang ekonom memegang  prinsip ekonomi di dalam menjalankan perannya sebagai ekonom yaitu dengan pengorbanan yang seminimal mungkin untuk memperoleh hasil yang semaksimal mungkin, atau dengan biaya yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.


Dalam  keadaan seperti ini, hari ini Gereja mengingatkan kita atau mengajarkan kita sebuah prinsip yang sangat berbeda dengan prinsip ilmu-ilmu profan.  Gereja memberikan pandangan yang lain tentang ilmu para pengikut Yesus di sepanjang jaman, dibandingkan dengan ilmu profan di dalam perspektif ekonomi.


Lantas muncul pertanyaan di dalam otak kita masing-masing,  apa perbedaan Prinsip pengikut Yesus dengan prinsip ekonomi? Perbedaan keduanya ada di sini. Prinsip ekonomi adalah dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh hasil yang sebesar-besarnya. Sebaliknya prinsip pengikut Yesus adalah pengorbanan yang sebesar-besarnya untuk memperoleh keselamatan yang sejati.  


Prinsip mengikuti Yesus itu  diungkapkan di dalam SabdaNya pada hari ini :  "Jika seorang datang kepada-Ku  dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya,  saudara-saudarinya, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memanggul salibnya dan mengikuti Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Pengikut Yesus harus seperti Yesus yang memegang prinsip di dalam seluruh realitas hidupnya bahwa dengan pengorbanan yang sebesar-besarnya atau pengorbanan yang sehabis-habisnya di jalan salib dan wafat di Salib kemudian bangkit, memberikan keselamatan yang begitu luas dan dalam bagi seluruh dunia, bagi semua manusia, dan alam semesta.  Barangsiapa masih berada di bawah kuasa prinsip ekonomi, dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh hasil (keselamatan) yang sebesar-besarnya adalah tidak layak menjadi pengikut Yesus.


Apakah kita hidup di jaman ini sebagai orang beriman, murid dan pengikut Yesus, masih ada dalam kuasa prinsip ekonomi?


Kotbah Misa Harian, Selasa 6 Nopember 2012



UNDANGAN PERJAMUAN KERAJAAN ALLAH

(Flp 2:5-11; Luk 14:15-24)
Misa Harian, Selasa, 6 Nopember 2012
Di Soverdi Surabaya

(Rm. Benediktus Bere Mali, SVD)

Pada malam menjelang pukul setengah duabelas, tanggal 5 Nopember 2012, saya melayani perminyakan orang sakit di sebuah rumah sakit di kota surabaya. Umat ini berasal dari sebuah paroki yang memiliki banyak pastor di parokinya. Umat sudah menelephone berulang-ulang ke paroki meminta romo memberi perminyakan kepada seorang Bapa yang sedang dalam keadaan sakratul maut. Penerima telephone mengatakan romonya pada sibuk, ada yang ke luar kota, ada yang ke tempat ziarah dan rekreasi rohani, ada yang sedang istirahat karena sakit, dan sebagainya.

Sementara seorang umat yang kebetulan di dekat paroki tersebut ditelephone juga oleh umat yang sedang minta bantuan untuk perminyakan, supaya dia melihat sekitar paroki dan diminta untuk bertamu di pastoran, untuk bertemu dengan seorang romo. Setelah umat itu bertamu di pastoran, ternyata para romo sedang duduk sambil minum bir dan rokok di depan televisi.

Umat yang melihat para romo di pastoran itu langsung menelephone balik ke umat yang sedang di sekitar bapa yang sakit dalam sakratul maut itu, untuk segera telephone ke soverdi untuk melayani perminyakan orang sakit. Umat yang melihat dan mengamati keadaan para romo di paroki yang bersangkutan itu adalah Satpam Gereja Paroki yang bersangkutan.

Umat yang sedang di sekitar Bapa yang sedang sakit dalam sakratul maut itu telephone saya dan saya langsung mengiakan untuk perminyakan, meninggalkan semua pekerjaan dan kesibukan pribadi yang lain. Prinsip saya bahwa keselamatan jiwa diutamakan di atas segalanya.

Seorang imam tertahbis, ditahbis untuk utamakan keselamatan jiwa umatnya. Panggilan untuk pelayanan sakramen orang sakit (SOS) adalah urgen dan mendesak. Maka tugas yang lain harus ditinggalkan untuk segera dan harus melayani sakramen orang sakit.

Bagi saya inilah "Undangan Perjamuan di dalam Kerajaan Allah" yang diwartakan di dalam Injil Hari ini. Memberikan Kerajaan Allah bagi orang sakit dalam sakratul maut, adalah sebuah pelayanan keharusan dari seorang imam tertahbis dan harus memberikan pelayanan secara tulus dan iklas. Cura Animarum adalah segala-galanya.

Perjamuan di dalam Kerajaan Allah itu terbuka bagi semua orang. Tuhan mengundang semua orang, entah kaya atau miskin, tua atau muda. Semuanya diundang. Syaratnya hanyalah ini. Tulus dan iklas datang dalam Perjamuan Tuhan. Sebaliknya banyak orang yang masih hitung untung rugi untuk datang ke Perjamuan Tuhan, memang tidak layak untuk perjamuan Tuhan. Apakah aku ke Perjamuan Tuhan secara tulus dan iklas?

Senin, 05 November 2012

KOTBAH ORANG MENINGGAL SENIN 5 NOPEMBER 2012



ASPEK SOSIAL DOA GEREJA

2 Makabe 12 :43 – 46
Yoh 14 : 1-6
Tutup Peti di Adi Jasa 5 Nopember 2012


(Rm. Benediktus Bere Mali, SVD)


Ada banyak Jenazah di Adi Jasa.

Adi Jasa didengar, langsung orang berpikir ada orang mati di sana. Ada banyak jenazah yang dititipkan di sana sebelum dimakamkan atau dikremasi. Ketika seorang anggota keluarga mengundang saya untuk mendoakan anggota keluarganya yang meninggal dan disemayamkan di Adi Jasa, saya berpikir bahwa  akan memimpin doa untuk seorang jenazah di antara sekian banyak jenazah yang ada di Adi Jasa. Dan memang benar bahwa pada kesempatan bersoa di Adi Jasa, kita berdoa di antara banyak jenazah. Kita berdoa di antara banyak orang mati. Kita berdoa di antara banyak orang sudah meninggal.  Fenomena ini memberikan banyak informasi kepada kita yang masih hidup di dunia ini. Apa isi informasi yang mau disampaikan dari fenomena ini?

Kita Semua Pasti Mati

Ada pelajaran bagi kita di sini bahwa kita tidak akan hidup selamanya di dunia ini. Kita tidak tidak dapat membeli hidup dan memperpanjang hidup kita. Kita tidak dapat menyogok Tuhan dengan harta kekayaan yang kita miliki untuk memperpanjang hidup kita. Kalau Tuhan dapat disogok maka dunia ini akan dipenuhi hanya oleh orang-orang yang kaya secara material. Tetapi tidaklah demikian. Pada suatu saat kita akan mati. Pada suatu saat kita pasti mati. Pada susatu saat kita akan meninggal. Entah orang kaya atau miskin pada suatu saat akan meninggal dunia.



Tuhan Memberi Hidup Tuhan Mengambil Hidup

Hal ini berarti juga bahwa Hidup adalah milik Tuhan dan Tuhan berkuasa atas hidup kita. Tuhan memberikan hidup kepada kita dan Tuhan akan mengambil hidup kita.


Tuhan Minta Pertanggungjawaban

Melalui kelahiran Tuhan memberikan hidupNya kepada kita. Melalui jalan kematian, Tuhan mengambil hidupNya dari kita. Pada saat kematian, Tuhan meminta pertanggungjawaban dari kita manusia. Selama hidup di dunia apakah kita gunakan kesempatan hidup sesuai kehendak Allah atau kehendak diri sendiri yang bertentangan dengan kehendak Allah. Kalau kita salah mempergunakan hidup itu dengan dosa  maka kita patut dihukum. Kalau kita menggunakan secara baik dan benar maka patut lah kita diselamatkan.

Hukuman bagi orang yang meninggal  tanpa persiapan secara rohani, masih ada tempat terakhir di api penyucian atau pemurnian. Orang yang meninggal tanpa persiapan memasuki wilayah yang dibatasi oleh semacam tirai. Setelah meninggal menerobos tirai itu, orang yang meninggal tanpa persiapan tidak bisa kembali lagi ke dunia untuk memperbaiki hidupnya. Mereka mengalami hukuman sementara di api pencucian. Mereka perlu ditolong. Siapa yang menolong mereka dan dengan cara apa mereka ditolong?


Gereja Harus Mendoakan Orang Yang Meninggal

Saudara-saudari yang telah meninggal tanpa persiapan di api pencucian perlu ditolong. Penolong adalah para santo dan santa serta para malaikat di surga bersama kita yang masih hidup di dunia ini, mendoakan mereka telah meninggal, tanpa persiapan rohani. Berarti kita dengan mereka yang meninggal masih bisa komunikasi. Dialog itu adalah doa-doa kita bagi keselamatan mereka. Kontak kita itu berupa doa-doa kita bagi pengampunan atas dosa dan salah mereka. Lantas apa dasar biblis berdoa bagi orang meninggal?

Dasar Doa Bagi Orang Mati

Dasar doa kita adalah Kitab kedua Makabe 12 : 43-46. Di sana ditekankan bahwa orang meninggal perlu didoakan dan diintensikan di dalam perayaan Ekaristi. Doa kita dan doa para Kudus di Surga menebus dosanya dan dengan demikian dia dapat diterima di sisi Tuhan di Surga untuk mengalami kebahagiaan abadi.

Kita harus memberikan doa kita bagi saudara kita yang meninggal.  Seperti setiap orang merasa bahagia bila diperhatikan dan dihormati serta didoakan, demikian juga saudara kita ini merasa senang dan gembira menyambut doa-doa kita bagi keselamatannya. Oleh karena itu kita diajak untuk selalu berdoa bagi keselamatannya.

Doa kita perpusat pada Kristus Yesus. Mengapa?

 Karena Yesus adalah jalan kebenaran dan kehidupan. Yesus adalah satu-satunya jalan menuju Surga. Hal ini yang ditekankan dan menjadi intisari dari Bacaan Injil  yang barusan kita dengarkan (Yoh 14 : 1 – 6).

Hanya di dalam nama Yesus ada keselamatan ( Kis 4 : 12). Bagi saya dua dasar biblis ini mengharuskan kita untuk berdoa bagi sesama yang telah meninggal dengan doa yang berpusat pada Yesus Kristus.  

Maka kita setia kepada Yesus dalam doa doa kita. Kita setia kepada Yesus dalam pikiran, kata dan perbuatan kita. Kita berdoa bagi keselamatan kita dan sesama melintas batas, dalam warna doa kita perpusat pada Teosentris, Kristosentris, dan eklesiosentris. Hal ini menunjukkan bahwa kita memiliki identitas iman yang jelas di tengah maraknya multikulturalisme yang semakin dekat dengan pandangan relativisme dan pluralisme.

Kotbah Misa Harian, Senin 5 Nopember 2012




PAMRIH
DALAM  TEORI PERTUKARAN SOSIAL
 (Flp 2:1-4; Luk 14:12-14)
Kotbah Misa Harian, Senin 5 Nopember 2012
Di Soverdi Surabaya
(Rm. Benediktus Bere Mali, SVD)

Dalam kebiasaan di tempat kelahiranku, ada istilah AKEL GO’ON dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan terutama di dalam dunia adat Istiadat.  Akel Go,on berarti membantu atau menyumbang kepada sesama untuk pendidikan, untuk pernikahan, untuk kenduri, untuk pesta komuni pertama, dengan harapan ketika ada acara dari si penyumbang, sesama yang telah dibantu itu membantu atau menyumbang kembali kepadanya. Dengan kata lain, paradigma “akel go’ on”  sama dengan paradigma “give and take”  atau memberi untuk menerima atau membantu untuk mendapat balasan secara material, dalam membantu sesama.

Bantuan berdasarkan paradigma “akel go’on” ini mendatangkan dua hal. Secara positif sesama menerima bantuan dalam acara-acara yang diselenggarakannya. Tetapi secara negatif, keluarga yang sudah dibantu, kantongnya tidak boleh kosong, untuk kembali membantu semua yang telah membantunya, ketika mereka itu melakukan acara pesta adat dan pesta gereja di dalam keluarganya. Ketika kantongnya kosong, tepat sesama itu melakukan pesta adat atau pesta sekolah, maka harus meminjam uang untuk membantunya. Jumlah uang untuk membantu tergantung buku catatan bantuan yang telah diterimanya. Jika seseorang membantu sesama lima ratus ribuh dan itu dicatat dalam buku catatan pemberi sumbangan dan buku catatan penerima sumbangan, maka besarnya itu pula yang akan dikembalikan dalam membantu sesama yang mengadakan pesta adat atau pesta sekolah. Biasanya dan sudah menjadi umum, setiap keluarga memiliki buku catatan pribadi tentang menyumbang kepada siapa dan juga buku catatan menerima sumbangan. Buku ini dikenal dalam bahasa daerah, Buku “Akel Go’on”.               


Pandangan di atas sangat manusiawi. Setiap orang yang menciptakan  “akel go’on” dalam hidupnya pasti akan mendapat banyak balasan, imbalannya. Setiap orang yang banyak membantu akan mendapat banyak  bantuan juga.

Pandangan yang terkesan sangat materialistik ini dilihat secara rohani. Dasar pandangan spiritual adalah yang disampaikan Yesus di dalam Injil hari ini. Yesus menekankan agar bantuan kepada sesama harus didasarkan pada ketulusan dan tanpa pamrih.  Dengan demikian, bantuan itu tidak melahirkan beban bagi diri sendiri. Kalau membantu secara pamrih, maka ketika orang yang dibantu itu tidak membalas kembali bantuan, maka akan menimbulkan tekanan psikologis bagi diri sendiri.
Membantu tanpa pamrih itu memerdekakan diri. Bantuan seperti itulah yang dikehendaki Tuhan Yesus pada hari ini. Mengikuti kehendak Yesus berarti mengutamakan Kerajaan Allah. Utamakanlah Kerajaan Allah maka yang lain akan ditambahkan. Tugas kita adalah mengutamakan kehendak Allah, soal balasan adalah urusan Tuhan.

Jadi : akel go’on itu adalah balasan secara material dan secara langsung. Bantuan tanpa pamrih itu balasan spiritual yang wilayahnya dan urusan Tuhan yang diimani. Atau dalam teori pertukaran sosial : Akel Go’On memberi untuk menerima secara material, sedangkan dalam bidang keagamaan, memberi untuk menerima harta rohani. Keduanya ada Pamrihnya. Yang satu pamrih secara material. Kedua pamrihnya secara rohani. Maka sebetulnya tidak ada yang namanya tanpa pamrih dalam hidup ini. Dari segi sosiologi.